Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Candi Cetho: Sejarah, Kompleks Bangunan, dan Harga Tiket Masuk

Kompas.com, 16 Januari 2022, 17:56 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Sebelum menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di wilayah Nusantara berdiri sejumlah kerajaan yang bukti-bukti kejayaannya masih bisa dilihat hingga saat ini.

Bukti kejayaan kerajaan-kerajaan di masa lalu dapat dilihat dari situs-situs peninggalan, mulai dari prasasti hingga bangunan candi.

Salah satu candi yang merupakan peninggalan kerajaan di masa lalu adalah Candi Cetho.

Lokasi Candi Cetho berada di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Saat ini, Candi Cetho termasuk cagar budaya yang ditetapkan sejak 26 Maret 2007. Candi ini juga menjadi destinasi wisata sejarah yang dibuka untuk umum.

Baca juga: Mampir ke Candi Cetho, Candi Hindu di Lereng Gunung Lawu

Sejarah Candi Cetho

Candi Cetho dibangun sekitar tahun 1452-1470 Masehi pada zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya V.

Cetho berasal dari bahasa Jawa yang artinya jelas. Maksudnya, dari lokasi candi ini seseorang bisa dengan jelas memandang ke seluruh penjuru lantaran berada di ketinggian 1.496 meter di atas permukaan laut.

Kompleks Candi Cetho pertama kali ditemukan pada tahun 1842, oleh seorang warga negara Belanda bernama Van der Vlis.

Sejak ditemukan itu, Candi Cetho menarik perhatian para peneliti dan ahli kepurbakalaan, seperti W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, N.j. Krom, A.J. Bernet Kempers, dan Riboet Darmosoetopo..

Dari keterangan yang ditemukan di kompleks Candi Cetho, diketahui bahwa ini merupakan
candi Hindu, untuk prosesi ruwatan.

Baca juga: Romantisme Candi Cetho Berselimut Kabut

Fakta candi ini sebagai candi Hindu menyimpulkan adanya toleransi beragama yang kuat di masa Majapahit, mengingat agama resmi kerajaan itu adalah Budha.

Adapun kompleks candi yang bisa ditemui saat ini merupakan hasil pemugaran yang dilakukan pada akhir tahun 1970.

Kompleks Bangunan Candi Cetho

Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.SHUTTERSTOCK / flocu Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Candi Cetho merupakan kelompok bangunan yang memiliki 11 teras berundak dan membentang dari sisi timur ke barat.

Antara satu teras dengan yang lain dihubungkan oleh sejumlah pintu dan jalan setapak yang membagi halaman menjadi dua bagian.

Pada teras terakhir yaitu yang ke-11, terdapat bangunan induk dari Candi Cetho. Sementara pada teras paling bawah di sisi timur terdapat gapura sebagai gerbang masuk kompleks candi.

1. Teras Pertama

Pada teras pertama terdapat bangunan dengan pondasi setinggi sekitar 2 meter, dan tidak memiliki dinding.

Sisi dalam bangunan ini tampak sering dijadikan tempat meletakkan sesajen. Pada ujung barat teras terdapat gapura dan tangga dari batu.

Adapun pada tangga yang menuju ke teras kedua terdapat sepasang arca Nyai Agni, namun salah satunya sudah tidak utuh.

2. Teras Kedua

Pada teras kedua terdapat susunan batu yang membentuk seekor garuda terbang yang sayap membentang.

Pada bagian punggung garuda itu ada susunan batu lagi yang membentuk kura-kura.

Sementara di bagian kepala ada susunan batu berbentuk matahari bersinar, segitiga sama kaki, kalacakra atau kelamin laki-laki.

Pada sisi barat teras kedua terdapat tangga menuju teras berikutnya. Di sana da dua ruangan yang hanya tersisa fondasinya saja.

Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.SHUTTERSTOCK / Takashi Images Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
3. Teras Ketiga

Teras ketiga tidak terlalu luas. Pada sisi barat teras ini ada dua ruangan yang mengapit jalan menuju tangga ke teras berikutnya.

Di dalam ruangan itu ada susunan batu berbentuk segi empat yang membujur dari utara ke selatan.

Sementara pada dinding susunan batu itu tampak relief bergambar manusia dan binatang, yang merupakan cuplikan dari Kidung Sudamala yang ada di Candi Sukuh.

Baca juga: Pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho, Simak Estimasi Waktunya

4. Teras Keempat

Pada sisi barat teras keempat ini terdapat arca Bima yang tampak seperti sedang menjaga tangga batu untuk menuju teras berikutnya.

5. Teras Kelima

Sementara teras kelima terdapat bangunan beratap yang oleh masyarakat disebut pendapa luar.

Bangunan beratap itu tidak memiliki dinding. Bangunan itu mengapit dua tangga untuk menuju ke teras keenam.

6. Teras Keenam

Pada teras keenam ini terdapat arca Kalacakra dan sepasang arta Ganesha. Letaknya berada di kaki tangga menuju teras ketujuh.

7. Teras Ketujuh

Teras ketujuh ini terdapat halaman yang dikelilingi oleh dinding batu. Terdapat sepasang pendapa beratap tanpa dinding pada teras ini.

Pendapa yang ada di teras ketujuh ini disebut juga dengan Pendapa Dalam.

8. Teras Kedelapan

Di teras kedelapan ini terdapat bangunan yang digunakan untuk bersembahyang dan berdoa.

Bagian depan bangunan tersebut terdapat dua buah arca batu yang bertuliskan Aksara Jawa sebagai penanda pembangunan Candi Cetho.

9. Teras Kesembilan

Di teras ini terdapat ruangan yang menghadap ke sisi timur. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno.

Selain itu, di seberang ruangan ini juga terdapat dua bangunan di utara dan selatan.

Bangunan sebelah utara menyimpan arca Sabdapalon, sementara bangunan sisi selatan menyimpan arca Nayagenggong.

10. Teras Kesepuluh

Pada teras kesepuluh ini terdapat ruangan yang masing-masing sisinya ada tiga buah bangunan kayu yang saling berhadapan.

Terdapat arca di masing-masing bangunan kayu itu, salah satunya adalah arca Prabu Brawijaya.

Sementara pada ujung deretan selatan terdapat tempat untuk menyimpan pusaka Empu Supa, seorang pembuat pusaka yang dihormati di zamannya.

Candi Cetho berada di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian 1.496 meter di atas permukaan lautErviyanto Nugroho/Shutterstock.com Candi Cetho berada di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian 1.496 meter di atas permukaan laut
11. Teras Kesebelas

Pada teras kesebelas ini terdapat dinding batu setinggi 1,60 meter, yang seakan menyekat tangga dengan ruang utaa.

Sementara ruang utama pada teras ini merupakan tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya yang letaknya lebih tinggi dibanding ruangan yang lain.

Secara umum, bangunan Candi Cetho memiliki kesamaan dengan Candi Sukuh, yang bentuknya mengingatkan pada punden berundak di masa prasejarah.

Harga Tiket Masuk Candi Cetho

Saat ini, Candi Cetho merupakan bangunan cagar budaya yang dilindungi. Selain itu, kompleks ini juga menjadi tempat wisata untuk masyarakat. 

Adapun harga tiket masuk Candi Cetho yang berada di Karanganyar, Jawa Tengah ini berkisar Rp 10.000.

Untuk biaya parkir berkisar antara Rp 3.000 untuk motor, dan Rp 5.000 untuk mobil.

Kompleks Candi Cetho dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 sampai dengan 17.00 WIB.

Sumber:
Cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau