KOMPAS.com - Kawasan Kotabaru merupakan salah satu cagar budaya yang menjadi bagian dari wilayah kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
Keistimewaan kawasan Kotabaru yang terletak di sebelah timur Kali Code ini tak lepas dari sisi sejarahnya.
Baca juga: Sejarah Perang Bayu di Banyuwangi, Perang Paling Kejam yang Dialami Belanda
Sejarah Kotabaru Yogyakarta terkait erat dengan peristiwa perebutan kekuasaan yang dikenal dengan Pertempuran Kotabaru atau Battle of Kotabaru.
Baca juga: Sejarah Perang Bayu di Banyuwangi, Perang Paling Kejam yang Dialami Belanda
Peralihan Kekuasaan Belanda ke Pasca Masuknya Jepang ke Nusantara
Mulanya kawasan Kotabaru merupakan area yang dibangun Cornelis Cane pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII sebagai tempat tinggal orang Eropa.
Baca juga: Monumen Bajra Sandhi: Merawat Ingatan Perjuangan Kemerdekaan RI di Bali
Hal ini dilakukan saat Belanda memberlakukan politik pintu terbuka atau dalam istilah Belanda disebut “opendeur politiek” yang membuka jalan bagi bangsa Eropa datang dan mengelola perkebunan tebu dan pabrik gula di Yogyakarta.
Namun hal ini berubah seiring dengan melemahnya pengaruh Belanda di nusantara.
Beralihnya kekuasaan Belanda yang jatuh akibat masuknya tentara Jepang berdampak pada penggunaan bangunan di kawasan Kotabaru.
Oleh tentara Jepang, bangunan-bangunan di kawasan Kotabaru dimanfaatkan sebagai perkantoran, perumahan, tangsi dan gudang.
Perubahan fungsi pada bangunan pada saat itu tidak mempengaruhi perubahan fisik bangunan yang ada di kawasan tersebut secara signifikan.
Namun ada satu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa kemerdekaan di kawasan tersebut.
Peristiwa Pertempuran Kotabaru pada 7 Oktober 1945
Pergerakan para pemuda pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 memicu meletusnya “Pertempuran Kotabaru” pada tanggal 7 Oktober 1945.
Melansir dari laman Kemendikbud, sejarah Pertempuran Kotabaru dilatarbelakangi usaha R.P. Soedarsono untuk menyerobot kekuasaan Tyokokan.
Bersama dengan pengurus KNI (Komite nasional Indonesia), ia menghadapi serdadu Jepang yang ingin menurunkan bendera merah putih di kantor Tyokokan Kantai yang sekarang menjadi Gedung Negara.
Selanjutnya pada 6 Oktorbe 195 atau sehari sebelumnya, Ketua KNI Moh. Safeh dan pengurus BKR (Badan Keamanan Rakyat) saudara Sundjojo, Umar Djoy dan Sukardi berunding dengan Sihata Tjihanbuto dan Asoka Butaitjo.
Mereka berusaha mengadakan perundingan untuk meminta senjata dari Butai Kotabaru yang berakhir dengan kegagalan.
R.P. Soedarsono kembali mengulangi sekali lagi permintaannya agar Butaitjo Mayor Otzuka rela menyerahkan senjatanya ke pihak Indonesia.
Namun saat perundingan dilakukan ratusan rakyat dan pemuda yang digerakkan oleh KNI, BPU, BKR dan Polisi menuju ke Kotabaru sehingga pertempuran menjadi tak terhindarkan.
Dikutip dari laman Kelurahan Kotabaru, saat itu rakyat menyerang Kidobutai Kotabaru sehingga terjadi pertempuran yang sengit sehingga tentara Jepang kewalahan dan akhirnya menyerah.
Sebanyak 21 orang gugur dari pihak Indonesia dan disemayamkan di Gedung Nasional Yogyakarta sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Para pahlawan yang gugur pada Pertempuran Kotabaru 7 Oktober 1945 adalah I Dewa Nyoman Oka, Ahmad Jazuli, Supadi, Faridan M. Noto, Bagong Ngadikan, Suroto, Syuhada, Sunaryo, Sajiono, Sabirin, Juwadi, Hadidarsono, Sukartono, Johar Nurhadi, Sareh, Wardhani, Trimo, Akhmad Zakir, Umum Kalipan, Abubakar Ali, dan Atmosukarto.
Sejarah Pertempuran Kotabaru menjadi salah satu peristiwa yang diingat oleh masyarakat Yogyakarta hingga saat ini.
Monumen Penyerbuan Kotabaru
Sebagai salah satu bentuk peringatan sejarah, Sri Sultan Hamengku Buwono IX meresmikan Monumen Penyerbuan Kotabaru pada tanggal 7 Oktober 1988.
Monumen ini didirikan di kompleks Asrama Korem 040 Pamungkas yang berlokasi di Jalan Wardhani Kotabaru Yogyakarta.
Monumen bentuk persegi dengan warna dasar hitam itu juga memuat prasasti yang berbunyi “Tetenger ini didirikan untuk memperingati puncak pengambil alihan kekuasaan dari pihak Jepang di Yogyakarta dengan serbuan bersenjata dan pertumpahan darah yang dikenal sebagai Pertempuran Kotabaru pada tanggal 7 Oktober 1945”.
Sementara pada bagian atas prasasti terdapat simbol perjuangan, yaitu dua buah bambu runcing.
Pembangunan Masjid Syuhada
Untuk menghormati jasa para pahlawan, pada tahun 1950 juga dibangun sebuah masjid di kawasan Kotabaru yang diberi nama Masjid Syuhada.
Nama Masjid Syuhada diambil dari salah satu nama pahlawan yang gugur dalam peristiwa Serbuan Kotabaru 7 Oktober 1945.
Selain untuk memfasilitasi kebutuhan tempat ibadah bagi warga muslim, pembangunan Masjid
Syuhada yang diresmikan pada 20 September 1952 juga dimaksudkan untuk menghormati pahlawan yang gugur pada peristiwa tersebut.
Sumber:
https://kotabarukel.jogjakota.go.id/detail/index/8690
https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/kawasan-cagar-budaya-kotabaru
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/beberapa-peristiwa-penting-yang-berkaitan-dengan-perebutan-kekuasaan-di-kotabaru-7-oktober-1945/
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.