Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Wisata Nglanggeran di Gunungkidul DIY Salah Satu Terbaik di Dunia

Kompas.com, 10 Desember 2021, 12:19 WIB
Markus Yuwono,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Desa Wisata Nglanggeran, Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, masuk dalam Best Tourism Village 2021 United Nation World Tourism Organization( UNWTO).

Pengumuman Best Tourism Village dilakukan dalam rangkaian program "Thematic Session" pada Sidang Umum UNWTO ke-24  di Madrid, Spanyol kamis (2/12/2021) waktu setempat.

Butuh proses panjang yang menjadikan Kalurahan Nglanggeran yang berada di sisi utara Gunungkidul ini diakui dunia.

Baca juga: 5 Atraksi Menarik Desa Nglanggeran, Desa Wisata Terbaik Dunia 2021 UNWTO

Suasana Kawasan Kalurahan Nglanggeran, cukup sejuk pada Senin (6/12/2021) siang, maklum saat ini cuaca sedang mendung.

Dua bus wisata melewati jalan sempit berkelok menuju Griya Coklat yang berada tak jauh dari sekretariat Gunung Api Purba Nglangeran.

Di sisi lain, warga sekitar masih bekerja seperti biasa, ada yang bercocok tanam, menunggu loket, hingga berjualan.

Ketua Pokdarwis Desa Wisata Nglanggeran Mursidi menceritakan, awalnya aktivitas pemuda yang tergabung dalam karangtaruna Nglanggeran dimulai sekitar 1999.

Mereka beraktivitas sosial, salah satunya kegiatan penghijauan di sekitar Gunung Api Purba Nglanggeran.

"Menanam misalnya pisang, nanti hasilnya dijual, atau menanam rumput nanti hasilnya dijual ke peternak, hasilnya untuk kegiatan karangtaruna," ucap Mursidi saat berbincang dengan Kompas.com Senin (6/12/2021).

Baca juga: Sandiaga Puji Desa Wisata Nglanggeran, Desa Wisata Terbaik 2021 UNWTO

Saat itu memang ada beberapa pengunjung yang melakukan pendakian di kawasan gunung api purba yang berumur tersier (Oligo-Miosen) atau 0,6-70 juta tahun. Namun saat itu mereka berkunjung, dan hanya parkir motor di rumah penduduk sekitar.

Melihat potensi yang ada di kampungnya, penduduk sekitar mulai mengidentifikasi potensi, salah satunya potensi alam di sekitar Gunung Api Purba Nglanggeran setelah gempa DIY-Jateng tahun 2006

"Akhirnya kami tahun 2007 membuat badan pengelola desa wisata (BPDW), terus berubah 2008 menjadi kelompok sadar wisata (pokdarwis)," ucap Mursidi.

Pembentukan pokdarwis ini agar sesuai dengan peraturan kementrian pariwisata kala itu, yakni setiap kegiatan pariwisata agar memiliki pokdarwis.

Warga termasuk di dalamnya karangtaruna, pemerintah desa, hingga tokoh masyarakat, terus mengidentifikasi potensi yang ada agar bisa dikemas untuk wisata.

"AKhirnya kami melebur, karangtaruna kan lembaga di desa, akhirnya anggota karangtaruna dilibatkan bahkan menjadi motor penggerak di kawasan wisata," ucap dia.

Baca juga: Pawon Purba Hadirkan Sensasi Makan di Kaki Gunung Api Purba Nglanggeran

Suasana Kawasan Desa Wisata Nglanggeran di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul Senin (6/12/2021)KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Suasana Kawasan Desa Wisata Nglanggeran di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul Senin (6/12/2021)

Promosi pun digencarkan mengenai keindahan kawasan wisata tersebut, puncaknya kunjungan wisatawan mencapai sekitar 325 ribu yang teridentifikasi, di luar pengunjung yang hanya sekadar datang pada 2014.

Pihak Pokdarwis pun melakukan evaluasi menyeluruh, terkait banyaknya kunjungan tersebut apakah masyarakat sekitar sudah mendapatkan dampak ekonomi atau pemberdayaannya.

Mursidi mengatakan, hasil evaluasi kunjungan yang begitu banyak dengan harga tiket saat itu Rp 7.000 per orang, belum dirasakan dampaknya.

"Kemudaian pengunjung hanya membeli tiket masuk Rp7.000, mereka masuk dan langsung pulang. Mereka meninggalkan sampah dan tingkat erosi yang sangat luar biasa. Akhirnya kita evaluasi," kata dia.

Baca juga: Nglanggeran Masuk Daftar Best Tourism Villages UNWTO Diharapkan Menginspirasi Desa Wisata Lain

"Dengan kunjungan yang banyak, belum tentu memiliki nilai manfaat kaitannya dengan pemberdayaan," kata Mursidi.

Selain itu banyaknya pengunjung malah merusak ekosistem kawasan wisata Gunung Api Purba Nglanggeran.

"Banyak yang datang justru alam rusak, bagamaiana kami mengurangi jumlah kunjungan tetapi disisi lain bisa diberdayakan," ucap dia.

Konsep diubah tidak mengejar pengunjung

Mursidi mengatakan dari hasil identifikasi daya tarik wisata alam, kesenian adat budaya, hingga kegiatan masyarakat, akhirnya dibuat paket wisata.

Diharapkan orang yang datang, tidak harus naik ke Gunung, tetapi membeli paket wisata. "Paket itu dipromosikan maksimal, agar pengunjung bisa datang dan menginap," ucap dia.

Warga pun menyiapkan rumah untuk menginap wisatawan atau home stay, selain itu juga menaikkan harga tiket.

"Akhirnya terseleksi tersendiri, pengunjung yang cinta alam, seperti pengunjung yang memahami konsep ekowisata dan desa wisata," kata Mursidi "Sampai saat ini kami fokus menjual paket wisata," ucap dia.

Dijelaskan, sampai saat ini kawasan wisata yang terdiri dari Kawasan Gunung Api Purba, Embung, hingga pengelolaan coklat ada ratusan orang yang terlibat.

Baca juga: Sandiaga Janjikan Promosi Nglanggeran dan Perbaikan Sinyal Internet

Warga pun bisa tetap dilibatkan tanpa mengubah profesi awalnya seperti petani untuk wisata edukasi pertanian.

Ke depan, Mursidi mengatakan, pihaknya akan mengembangkan kawasan Nglanggeran agar pengunjung tidak jenuh seperti membuka kawasan perkemahan atau glamping.

Salah seorang warga Nglanggeran, Heru mengatakan, dirinya bersyukur Kalurahan yang awalnya biasa saja, saat ini sudah dikenal di Indonesia bahkan di dunia.

"Semoga semakin berkembang, dan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar," ucap Heru.

Sekretaris Dinas Pariwisata Gunungkidul Harry Sukmon mengatakan, Nglanggeran bersama Desa Wisata Tetebatu Lombok Timur Nusa Tenggara Barat dan Desa Wae Rebo Manggarai Nusa Tenggara Timur mewakili Indonesia dalam ajang tersebut.

"DIusulkan sejak Agustus 2021, kemudian dievaluasi dan semalam diumumkan masuk di Madrid, Spanyol," ucap Harry.

Harry mengatakan, dengan banyaknya penghargaan dan juga prestasi yang disumbangkan oleh Kawasan Desa Wisata Nglanggeran, diharapkan bisa menjadi cambuk bagi Desa Wisata lain di Gunungkidul, dan juga Indonesia pada umumnya.

Baca juga: Desa Nglanggeran, Wisata Lengkap dari Gunung Api Purba sampai Air Terjun

"Pekerjaan rumah kami itu, mereplikasi Nglanggeran ke Desa Wisata yang lainnya," ucap Harry.

Lokasi Live In di Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, GunungkidulDokumentasi Pengelola Gunung Api Purba Nglanggeran Lokasi Live In di Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul

Sejumlah Desa Wisata di Gunungkidul, disebutnya memiliki potensi yang sama dengan Nglanggeran seperti wilayah Mulo, dan Desa Wisata Tepus, juga desa Wisata yang lainnya.

"Nglanggeran itu pelibatan masyarakatnya kuat, mudah-mudahan bisa dicontoh desa wisata yang lain," kata Harry.

Perlu diketahui kawasan Nglanggeran memiliki kawasan wisata seperti Gunung Api Purba, Embung, sampai pengolahan coklat yang sudah cukup dikenal masyarakat luas.

Selain itu, tradisi budaya masyarakat masih dijalankan sehingga menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke sana. Sejumlah home stay disediakan oleh masyarakat, bahkan pengelola pun sudah menyiapkan lokasi untuk berkemah bagi yang ingin merasakan suasana alam.

Sederet penghargaan pun pernah diraih seperti ASEAN CBT (community based tourism ) Award. Tahun 2017 merupakan 1st ASEAN CBT Award yang dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan tourism forum 2017.

Baca juga: Desa Wisata Nglanggeran Yogyakarta Ikuti Lomba Desa Wisata UNWTO

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau