Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Rakyat DIY Resmi Dibuka, Vita Datang Pukul 05.00 Demi Antrean Terdepan

Kompas.com, 14 Juli 2025, 11:36 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ihsanuddin

Tim Redaksi


YOGYAKARTA, KOMPAS — Sekolah Rakyat (SR) Daerah Istimewa Yogyakarta resmi diluncurkan pada Senin (14/7/2025).

Peluncuran ini ditandai dengan dibukanya SR Menengah 19 Sonosewu, yang disambut antusias oleh para peserta didik dari berbagai daerah.

Salah satu siswa yang hadir sejak pagi buta adalah Kurnia Vita Anggarani, remaja asal Imogiri, Kabupaten Bantul.

Ia tiba di lokasi sekolah pukul 05.00 WIB, dibonceng motor oleh orangtuanya.

“Jam 5 lebih, tadi ambil snack sama formulir, terus masukin barang-barang ke kelas, abis itu cek kesehatan,” ujar Vita saat ditemui di SR Menengah 19 Sonosewu, Senin.

Baca juga: Hari Pertama Sekolah Rakyat di Yogyakarta, Siswa Lari 1,6 Km, Dinsos: Standar Cek Kesehatan

Sebelum memasuki asrama, para siswa diwajibkan mengisi formulir dan mengikuti pemeriksaan kesehatan.

Vita, yang telah terbiasa hidup mandiri, menyimpan rasa haru karena harus berpisah dengan orangtuanya untuk tinggal di asrama.

“Ya sedih (enggak ketemu orang tua di asrama), tapi enggak apa-apa. Mau mengurangi beban orang tua,” tuturnya.

Ia pun menyimpan mimpi besar untuk masa depannya.

“Pengen kuliah, cita-cita di Gajah Mada (UGM),” ucap Vita.

Anak Buruh, Berbekal Mandiri

Orangtua Vita bekerja keras demi menghidupi keluarga.

Sang ayah bekerja sebagai kuli pasir di Sleman, sedangkan sang ibu membuat bakso di Srumbung, Magelang, Jawa Tengah.

“Bapak kuli pasir di Sleman, ibu di Srumbung bikin bakso,” kata Vita singkat.

Baca juga: Siswa Sekolah Rakyat di Kota Medan Mulai Belajar, Ada 100 Siswa Dibagi 4 Kelas

Ayah Vita, Suhardi, menceritakan alasan menyekolahkan anaknya ke Sekolah Rakyat. Ia mengaku memiliki keterbatasan ekonomi, namun melihat semangat anaknya yang besar untuk terus belajar.

“Informasi dari media, terus ada pendamping PKH itu bantu. Syaratnya cuma daftar terus menyiapkan berkas-berkas,” ujar Suhardi, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh harian lepas di Piyungan, Bantul.

Suhardi mengatakan bahwa sejak kecil anaknya sudah dibekali kemandirian. “Masak itu sudah bisa, jadi ndak bergantung orang lain. Ndak masalah,” katanya.

Sebagai orangtua, ia berharap Vita bisa terus melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi.

“Harapannya terus melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi,” ujarnya penuh harap.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau