Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arca Ganesha yang Ditemukan di Sleman Dinilai Unik, Atributnya Lengkap dan Mewah

Kompas.com, 28 Juni 2024, 15:24 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Arca Ganesha yang ditemukan di Sayidan, Kalurahan Sumberadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman dinilai unik. Pasalnya, Arca Ganesha itu dipahat dengan baik dan terdapat atribut yang lengkap.

"Secara kebendaan ini arca Ganesha nya luar biasa," ujar Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian dan Kebudayaan (BPK) Wilayah X Wardiyah saat ditemui di lokasi, Jumat (28/06/2024).

Dia menduga arca tersebut dipahat oleh seseorang yang ahli pada masa itu.

Baca juga: Arca Ganesha Ditemukan di Sleman, Pemilik Tanah Diminta Hentikan Pembangunan Rumah 

"Secara atribut yang digunakan dan dipahat dengan sangat baik dilakukan oleh seseorang yang ahlinya di masa itu," bebernya.

Hanya saja, arca Ganesha yang ditemukan dalam kondisi tangan tidak lengkap. Dua tangan belum ditemukan. Sementara satu tangan lagi patah akibat terkena linggis.

"Dipahat dengan sangat baik atributnya lengkap, sayangnya kita enggak nemu patahan tangannya. Kan tangannya empat ya. Itu yang kita sayangkan, yang satu patah yang dua belum ketemu," tuturnya.

Menurutnya atribut arca Ganesha itu cukup mewah. Pada arca Ganesha tersebut terdapat pahatan ornamen kain bermotif bunga sampai semata kaki.

Arca Ganesha dengan ornamen kain bermotif bunga memang ditemukan di beberapa tempat. Namun terhitung sangat jarang.

"Ini uniknya arcanya dia juga memakai kain, yang bercorak ada motif ceplok bunganya, itu kami juga sering ketemu seperti itu ada beberapa tempat tapi kan itu sangat jarang. Jadi ini suatu keunikan yang penting untuk kita selamatkan," tandasnya.

"Dia memakai kain jarik yang sampai semata kaki, ada hiasan ceplok bunga. Jadi bisa dipastikan dia mewah pakaiannya tidak hanya kain biasa," imbuhnya.

Dari hasil pengukuran, arca Ganesha yang ditemukan memiliki tinggi sekitar 84 cm. Kemudian lebar 64 cm dan Panjang 44 cm.

"Kalau abad berapa kita belum bisa ya, tapi berkembangnya Hindu klasik di Jawa Tengah dan DIY itu kan sekitar abad 8-10 Masehi. Tapi setelah itu atau sebelum itu kan juga bisa," ucapnya.

Terkait apakah akan ada tindaklanjut berupa ekskavasi, Wardiyah akan melaporkan ke pimpinannya terlebih dulu.

"(Ekskavasi) Nanti kita sampaikan setelah kami menyampaikan rekomendasi kami kepada pimpinan," ungkapnya.

Secara konteks, daerah Kapanewon Mlati Sleman memang kaya akan temuan-temuan benda cagar budaya. Sehingga wajar ketika di Sayidan ditemukan benda cagar budaya berupa arca Ganesha.

Baca juga: Tukang Bangunan Temukan Arca Ganesha Saat Mengali Tanah untuk Fondasi Rumah di Sleman

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau