YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Gadjah Mada (UGM) berencana membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kesehatan Mental. Satgas ini akan menangani hal-hal yang sifatnya darurat terkait kesehatan mental.
"Iya nanti satgasnya akan ada, satgas kesehatan mental. Itu nanti mereka untuk tiba-tiba emergency," kata Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof Wening Udasmoro saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/11/2023).
Baca juga: Di Balik Larangan Dosen Killer di UGM
Bahkan menurutnya, nanti akan ada aplikasi khusus yang dapat diakses melalui smartphone. Sehingga ketika terjadi hal darurat, mahasiswa dapat segera memberikan informasi kepada satgas dengan menekan tombol di aplikasi.
"Misalnya seorang teman mengetahui mahasiswa ini pengin melakukan sesuatu yang berbahaya. Nanti temannya itu bisa memencet tombol itu, nanti siapa yang akan menjawab, itu ada," tuturnya.
Sementara untuk konseling, dia mengatakan sudah ada unit-unit yang menanganinya.
"Kita sih pengenya ada aplikasi nanti pencet tombol kayak 911 itu. Jadi pencet tombol, nanti akan ada orang yang mengurus itu. Kemudian kalau untuk konseling, kita sudah punya banyak unit-unit yang akan melayani," bebernya.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa ke depan UGM juga akan mempunyai Wellbeing Center. Nantinya kantornya akan berada di Bulaksumur UGM.
"Jadi semuanya akan kumpul di situ, ada unit kesehatan mental, unit satgas kekerasan seksual, unit layanan disabilitas. Supaya itu menjadi sebuah ekosistem yang akan dirujuk ketika seseorang memiliki persoalan," tuturnya.
Diketahui, UGM sedang menggodok prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) guna menciptakan ekosistem kampus yang aman dan nyaman.
Wening mengatakan SOP tersebut disusun sebagai langkah melindungi generasi muda dari persoalan kesehatan mental.
Kejadian bunuh diri, lanjut Wening, terjadi setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun. Tidak hanya di DIY, tetapi juga di daerah-daerah lain.
Baca juga: Dosen Killer Dilarang di UGM, Ini Alasannya
Bahkan, ada anak SMP dan SMA juga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Menurutnya, hal itu terjadi karena mereka tidak bahagia. Bukan hanya di sekolah atau kampus, tapi juga di rumah.
"Nah itu makanya, kita perlu membangun ekosistem. Ketika mereka mahasiswa, di rumah tidak mendapatkan happines, ya kampus ini jangan sampai nambahin. Kampus ini harus membuat mereka justru ini tempat nyaman menemukan diri mereka secara maksimal di kampus yang aman, nyaman," tuturnya.
Dia menilai sudah seharusnya kampus menjadi tempat yang nyaman bagi selurus civitas akademika.
"Kita kan tidak pernah tahu mahasiswa yang datang ke tempat kita itu siapa, individunya, latar belakang keluarganya kita kan nggak pernah tahu. Intinya kita punya kewajiban, membuat lingkungan yang betul-betul mereka itu aman dan nyaman," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.