YOGYAKARTA, KOMPAS.com-Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut fenomena menumpang Kartu Keluarga (KK) pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi disebut sebagai tindak kecurangan.
"Itu kan kecurangan, numpang KK bukan salah sistemnya, tapi pengawasannya tidak jalan," ujar Muhadjir saat ditemui di SMA Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta, Sabtu (22/7/2023).
Baca juga: Edy Rahmayadi 3 Kali Sampaikan ke Jokowi Menolak Sistem Zonasi PPDB
Menurut Muhadjir, dengan diberlakukan sistem zonasi pemerintah daerah sudah bisa melakukan pemantauan 6 bulan sebelum PPDB dilakukan lantaran sudah jelas siapa yang masuk ke kelas 1 SMP.
"In take-nya jelas, bahwa untuk kelas 1 SMP adalah kelas 6, di zona itu yang harus diprioritaskan," ucap dia.
Menurut Muhadjir,dari jauh hari kebutuhan kursi untuk kelas 1 SMP sudah bisa dihitung karena berdasarkan jumlah anak kelas 6 di lokasi zonasi.
"Itu tidak harus satu bulan penerimaan baru dibuka, bahkan dari sekarang sudah bisa dimulai lho, ini kan anak tahun ajaran baru sudah dimulai berarti sudah ada anak kelas 6 SD yang tahun depan masuk kelas 1 SMP," kata dia.
Baca juga: Massa Geruduk DPRD Cimahi Protes PPDB dan Zonasi yang Dinilai Curang
Tidak kalah penting, menurut Muhadjir, adalah pemerintah daerah seharusnya memberikan pemahaman kepada orangtua siswa bahwa sekarang sudah tidak ada sekolah favorit.
"Sekarang sudah tidak ada sekolah favorit, semuanya favorit," tambahnya.
Pemerintah daerah wajib melakukan pemetaan berapa jumlah siswa yang tahun depan akan masuk sekolah ke jenjang lebih tinggi melalui sistem PPDB zonasi.
Mengingat, menurut dia, untuk melakukan pemetaan sekarang ini instrumennya sudah lengkap seperti data siswa bisa dilihat melalui data pokok pendidikan (dapodik), sedangkan data kependudukan sudah ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
"Sekarang tidak boleh tanpa peta, petanya sudah lengkap dari segi siswa ada di dapodik dari segi kependudukan ada Disdukcapil dan Dukcapil datanya sudah sempurna," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.