KOMPAS.com - Bulan Suro atau bulan Sura adalah sebutan untuk bulan pertama dalam kalender Jawa.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, jatuhnya bulan Suro kerap dikaitkan dengan berbagai pantangan dan hal-hal mistis.
Baca juga: Jamasan Pusaka, Salah Satu Tradisi Keraton Yogyakarta di Bulan Suro
Bahkan peringatan malam 1 Suro setiap tahun kerap diwarnai dengan berbagai tradisi Jawa yang masih dilestarikan.
Lantas apa sebenarnya makna dari bulan Suro dan mengapa selalu dikaitkan dengan hal-hal mistis?
Baca juga: Perbedaan Tradisi Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta
Menilik sejarahnya, lahirnya bulan suro tidak lepas dari keberadaan kalender Jawa yang pertama kali digunakan oleh Kesultanan Mataram.
Kalender Jawa yang juga disebut dengan Kalender Sultan Agungan diciptakan oleh Sultan Agung (1613–1645) yang merupakan raja ketiga dari Kesultanan Mataram.
Baca juga: Ramai soal Weton Tulang Wangi Dikaitkan dengan Satu Suro, Apa Itu?
Sultan Agung menciptakan Kalender Jawa dengan memadukan antara kalender Saka dan kalender Hijriah yang memungkinkan Kesultanan Mataram dan penerusnya bisa menyelenggarakan perayaan-perayaan adat seirama dengan perayaan hari besar Islam.
Seperti halnya dalam kalender atau sistem penanggalan lainnya, kalender Jawa terbagi dalam 12 bulan, yang dimulai dari bulan Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, hingga Besar.
Muhammad Sholikhin dalam bukunya yang berjudul Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam-Jawa (2010), menyebut bahwa bulan Muharram yang merupakan nama bulan pertama pada sistem penanggalan Hijriah, oleh Sultan Agung disebut sebagai bulan Suro.
Penamaan bulan Suro sendiri berasal dari kata "asyura" yang dalam bahasa Arab memiliki makna "sepuluh", yang merujuk pada hari kesepuluh di bulan Muharram.
Namun kemudian lidah masyarakat Jawa merubah kata “asyura” yang kemudian diucapkan menjadi Suro.
Senada dengan hal tersebut, Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr. Bani Sudardi juga tentang asal-usul bulan Suro dan kaitannya dengan tradisi malam satu Suro.
Menurut Bani, makna dari perayaan malam satu Suro ini adalah peringatan pergantian waktu. Peringatan pergantian waktu ini merupakan suatu lazim terjadi.
“Sebab, waktu merupakan sesuatu yang sangat penting, yang berkaitan dengan siklus kehidupan, ritual, perhitungan-perhitungan, dan sebagainya,” jelasnya kepada Kompas.com, Jumat (29/7/2022).
Bani juga menjelaskan bahwa nama satu Suro sendiri, diambil dari bahasa Arab yakni asy-syura yang berarti tanggal 10. Sehingga sebetulnya hari yang penting dalam kebudayaan Jawa adalah tanggal 10 Suro yang yang bertepatan dengan 10 Muharram dalam kalender Hijriyah.