Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aliansi Rakyat Bergerak Gelar Aksi Solidaritas Tragedi Kanjuruhan di Depan Mapolda DI Yogyakarta

Kompas.com, 6 Oktober 2022, 12:29 WIB
Wijaya Kusuma,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak mengelar aksi solidaritas dan doa bersama bagi para korban tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Di dalam aksinya yang digelar di depan Mapolda DI Yogyakarta, Aliansi Rakyat Bergerak mendesak agar peristiwa yang menyebabkan ratusan jiwa meninggal dunia tersebut diusut tuntas.

Sekitar pukul 19.30 WIB, massa mulai berdatangan di depan Mapolda DIY. Setelah berkumpul, mereka kemudian menyalakan lilin dan berdoa untuk para korban di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Baca juga: Komnas HAM Soal Pelanggaran HAM di Tragedi Kanjuruhan: Masyarakat Pasti Sepakat

Di dalam aksi solidaritas ini, massa dari Aliansi Rakyat Bergerak juga berorasi mendesak agar tragedi Stadion Kanjuruhan diusut tuntas. Tak hanya itu, beberapa orang dari massa aksi juga menulis dengan cat pilok warna hitam di tembok depan dengan tulisan "Pembunuh".

Massa aksi baru membubarkan diri dari depan Mapolda DI Yogyakarta sekitar pukul 22.30 WIB.

Juru bicara Aliansi Rakyat Bergerak yang menyebutkan namanya sebagai Ye mengatakan, peristiwa di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menelan korban ratusan jiwa adalah tragedi kemanusiaan.

"Kita merasa di Stadion Kanjuruhan yang terjadi bukan hanya sebuah tragedi tetapi sebagai sebuah permasalahan kemanusiaan yang harus sama-sama kita respons," ujar Ye saat ditemui di depan Mapolda DIY, Rabu (6/10/2022) malam.

Ye menyampaikan, siapa pun yang menjadi pelaku dari tragedi di Stadion Kanjuruhan harus diadili secara tuntas dan bertanggung jawab secara penuh.

"Tidak melemparkan 'bola' kepada siapa pun. Karena kita tahu banyak sekali narasi-narasi yang keluar dari aparat pemerintah, baik kepolisian, PSSI, yang kemudian menyalahkan beberapa pihak padahal faktanya sejauh ini belum ada temuan-temuan yang secara spesifik," tegasnya.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, PSSI Ungkap Tujuan FIFA-AFC Datang ke Indonesia

Kejadian di Stadion Kanjuruhan, Ye menilai bukan sekadar pelanggaran SOP personel aparat keamanan. Namun menurut Ye, ada komando dalam aksi penembakan gas air mata. Sebab tidak mungkin anggota melakukan satu tindakan tanpa komando yang jelas.

Ye mengungkapkan statuta FIFA sudah sangat jelas. Di statuta FIFA institusi Kepolisian atau keamanan tidak boleh membawa gas air mata dan juga senjata api ke dalam stadion.

"Artinya tidak ada alasan banyak suporter yang masuk ke lapangan kemudian Polisi menggunakan gas air mata yang akhirnya menjadi salah satu penyebab kematian," urainya.

Sementara itu, Wales yang juga sebagai juru bicara Aliansi Rakyat Bergerak menuturkan aksi solidaritas digelar di depan Mapolda DIY sebagai bentuk ungkapan kesedihan yang ingin disampaikan.

"Kita turun ke sini pun, Kami pikir bahwa polisi sebagai pelaku utama dalam kejadian (Stadion Kanjuruhan). Makanya kami meminta untuk mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya. Karena Polisi lah, kemudian tragedi kemanusian terjadi dan memakan banyak korban, kita sangat bersedih," tandasnya.

Baca juga: Posko Darurat Tragedi Kanjuruhan Terima Laporan 130 Warga Hilang, Semua Sudah Teridentifikasi

Menurut Wales, korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan mencapai ratusan. Sehingga langkah pencopotan jabatan tidak cukup.

"Tidak cukup copot jabatan, ini persoalan kemanusiaan yang kemudian ada banyak orang tua yang kehilangan anaknya, banyak anak yang kehilangan bapaknya, dan itu tidak hanya bisa sebatas copot (jabatan), itu tidak adil, karena ini soal nyawa," ucapnya.

Aliansi Rakyat Bergerak juga menuntut agar PSSI bertanggungjawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang.

"PSSI pun harus bertanggungjawab. Semua yang terlibat harus bertanggungjawab," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau