Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Sleman 10 Tahun Pakai Biogas Kotoran Sapi: Rumah Terang Meski Listrik Padam

Kompas.com, 10 Desember 2025, 15:48 WIB
Wijaya Kusuma,
Vachri Rinaldy Lutfipambudi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Joko Pitoyo, warga Dukuh, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta tak risau jika harga gas naik atau listrik padam.

Sebab, rumahnya sudah dilengkapi dengan biogas kotoran sapi yang bisa menjadi sumber energi.

Pria berusia 68 tahun ini memanfaatkan biogas selama 10 tahun untuk kebutuhan memasak hingga lampu penerangan.

"Saya dan keluarga sudah 10 tahun menggunakan biogas ini," ujar Joko Pitoyo saat ditemui di rumahnya, Rabu (10/12/2025).

Joko Pitoyo menceritakan ide ini berawal ketika adiknya memelihara beberapa ekor sapi.

Adiknya tersebut memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas lebih dulu, dengan dibantu dibuatkan reaktor oleh Pertamina.

Baca juga: Pengalaman Warga Jaktim Pakai Biogas untuk Masak: Hemat dan Praktis

Namun, biogas hanya dipakai satu tahun karena alasan kesibukan.

"Dari salah satu koperasi ke tempat saya, menawari mau mengusahakan biogas. Saya tunjukin tempat adik, terus saya tanya mau dikembangkan lagi atau tidak, kalau mau dikembangkan mau dibantu (koperasi)," ungkapnya.

Joko mengatakan, saat itu adiknya tidak mempunyai keinginan untuk melanjutkan biogas dan justru menawari dirinya untuk memanfaatkan.

Joko Pitoyo kemudian menerima bantuan dari koperasi tersebut untuk membuat biogas memanfaatkan kotoran sapi.

"Ya terus saya coba untuk membuat di belakang rumah," ucapnya.

Baca juga: Warga Jaktim Nilai Penggunaan Biogas Tak Berbeda dengan Elpiji

Disalurkan untuk Lampu dan Kompor

Reaktor biogas kemudian dibuat di belakang rumahnya dengan kapasitas 3 meter kubik.

Sejak itu, setiap hari ia harus mengambil kotoran sapi dari peternakan adiknya.

"Sementara setiap pagi mengambil kotoran sapi dari tempat adik. Itu setiap hari saya mengambil menggunakan angkong (gerobak dorong) dua sampai tiga kali," tuturnya.

Setelah reaktor diisi, harus menunggu sekitar satu pekan sampai gas bisa digunakan.

Biogas tersebut disalurkan oleh Joko Pitoyo menggunakan pipa ke kompor dan lampu penerangan yang ada di rumahnya.

Seiring berjalannya waktu, Ia kemudian memutuskan untuk beternak sapi. Selain beternak sebagai penghasilan, kotoran sapi dapat digunakan untuk keperluan biogas.

Sehingga Joko Pitoyo tidak harus mengambil kotoran sapi dari peternakan adiknya.

"Dengan berjalannya waktu saya beli sapi tiga ekor. Sudah bisa mencukupi sendiri, jadi saya tidak mengambil dari tempat adik lagi. Jadi membersihkan kandang sambil mengisi reaktor," ucapnya.

Baca juga: Warga Jaktim Hemat Rp 60.000 Per Bulan Selama Pakai Biogas untuk Masak

Rumah Tetap Terang Meski Listrik Padam

Ia mengatakan total biaya yang dikeluarkan untuk membuat biogas di rumahnya sekitar Rp 12 juta.

"Biogas saya manfaatkan untuk bahan bakar kompor, untuk memasak. Selain itu saya juga gunakan untuk lampu penerangan," ucap Joko Pitoyo.

Joko Pitoyo mengaku mendapatkan banyak keuntungan dari memanfaatkan biogas.

Selama menggunakan biogas sebagai bahan bakar kompor, Joko Pitoyo dan keluarga tidak terlalu khawatir saat harga gas 3 Kg mengalami kenaikan harga.

Selain itu, keluarganya tidak bingung mencari saat ada kelangkaan.

"Keuntungannya, kalau harga elpiji naik saya tidak terlalu berpengaruh karena menggunakan biogas," tuturnya.

Baca juga: Manfaatkan Biogas Tangki Septik, Warga Jaktim Bisa Hemat Rp 1,2 Juta per Tahun

Bahkan, pada saat listrik padam, di rumah Joko Pitoyo masih tetap terang.

Sebab, pada saat ada pemadaman listrik, Joko Pitoyo memanfaatkan lampu dengan bahan bakar dari biogas untuk penerangan di rumahnya.

"Kerjanya seperti lampu petromak itu, bahan bakarnya pakai biogas. Lampu menyalanya juga terang. Jadi ketika tetangga listrik padam, rumah saya lampunya masih menyala," urainya.

Keuntungan lainnya, lanjut Joko Pitoyo, residu biogas bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman.

"Jadi cukup menguntungkan, residunya yang cair bisa langsung dikocorkan ke tanaman-tanaman. Pernah (residu) yang keras saya jual, ada beberapa karung laku juga," ujarnya.

Ia pernah beberapa kali menawari beberapa orang di sekitar rumahnya untuk menggunakan biogas.

Namun, mereka belum berniat untuk memanfaatkan biogas.

Baca juga: Delapan Instalasi Biogas Jaktim Ditargetkan Rampung 2025, Hasilkan Gas dari Tinja Warga

"Kan dari awal sudah dibuatkan cabang, jadi kalau ada yang mau menyambung bisa, cuma beli pipa saja, tapi saya tawari belum mau. Ya sudah untuk kebutuhan sendiri, jadi sementara baru rumah saya," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau