YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Joko Pitoyo, warga Dukuh, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta tak risau jika harga gas naik atau listrik padam.
Sebab, rumahnya sudah dilengkapi dengan biogas kotoran sapi yang bisa menjadi sumber energi.
Pria berusia 68 tahun ini memanfaatkan biogas selama 10 tahun untuk kebutuhan memasak hingga lampu penerangan.
"Saya dan keluarga sudah 10 tahun menggunakan biogas ini," ujar Joko Pitoyo saat ditemui di rumahnya, Rabu (10/12/2025).
Joko Pitoyo menceritakan ide ini berawal ketika adiknya memelihara beberapa ekor sapi.
Adiknya tersebut memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas lebih dulu, dengan dibantu dibuatkan reaktor oleh Pertamina.
Baca juga: Pengalaman Warga Jaktim Pakai Biogas untuk Masak: Hemat dan Praktis
Namun, biogas hanya dipakai satu tahun karena alasan kesibukan.
"Dari salah satu koperasi ke tempat saya, menawari mau mengusahakan biogas. Saya tunjukin tempat adik, terus saya tanya mau dikembangkan lagi atau tidak, kalau mau dikembangkan mau dibantu (koperasi)," ungkapnya.
Joko mengatakan, saat itu adiknya tidak mempunyai keinginan untuk melanjutkan biogas dan justru menawari dirinya untuk memanfaatkan.
Joko Pitoyo kemudian menerima bantuan dari koperasi tersebut untuk membuat biogas memanfaatkan kotoran sapi.
"Ya terus saya coba untuk membuat di belakang rumah," ucapnya.
Baca juga: Warga Jaktim Nilai Penggunaan Biogas Tak Berbeda dengan Elpiji
Reaktor biogas kemudian dibuat di belakang rumahnya dengan kapasitas 3 meter kubik.
Sejak itu, setiap hari ia harus mengambil kotoran sapi dari peternakan adiknya.
"Sementara setiap pagi mengambil kotoran sapi dari tempat adik. Itu setiap hari saya mengambil menggunakan angkong (gerobak dorong) dua sampai tiga kali," tuturnya.
Setelah reaktor diisi, harus menunggu sekitar satu pekan sampai gas bisa digunakan.
Biogas tersebut disalurkan oleh Joko Pitoyo menggunakan pipa ke kompor dan lampu penerangan yang ada di rumahnya.
Seiring berjalannya waktu, Ia kemudian memutuskan untuk beternak sapi. Selain beternak sebagai penghasilan, kotoran sapi dapat digunakan untuk keperluan biogas.
Sehingga Joko Pitoyo tidak harus mengambil kotoran sapi dari peternakan adiknya.
"Dengan berjalannya waktu saya beli sapi tiga ekor. Sudah bisa mencukupi sendiri, jadi saya tidak mengambil dari tempat adik lagi. Jadi membersihkan kandang sambil mengisi reaktor," ucapnya.
Baca juga: Warga Jaktim Hemat Rp 60.000 Per Bulan Selama Pakai Biogas untuk Masak
Ia mengatakan total biaya yang dikeluarkan untuk membuat biogas di rumahnya sekitar Rp 12 juta.
"Biogas saya manfaatkan untuk bahan bakar kompor, untuk memasak. Selain itu saya juga gunakan untuk lampu penerangan," ucap Joko Pitoyo.
Joko Pitoyo mengaku mendapatkan banyak keuntungan dari memanfaatkan biogas.
Selama menggunakan biogas sebagai bahan bakar kompor, Joko Pitoyo dan keluarga tidak terlalu khawatir saat harga gas 3 Kg mengalami kenaikan harga.
Selain itu, keluarganya tidak bingung mencari saat ada kelangkaan.
"Keuntungannya, kalau harga elpiji naik saya tidak terlalu berpengaruh karena menggunakan biogas," tuturnya.
Baca juga: Manfaatkan Biogas Tangki Septik, Warga Jaktim Bisa Hemat Rp 1,2 Juta per Tahun
Bahkan, pada saat listrik padam, di rumah Joko Pitoyo masih tetap terang.
Sebab, pada saat ada pemadaman listrik, Joko Pitoyo memanfaatkan lampu dengan bahan bakar dari biogas untuk penerangan di rumahnya.
"Kerjanya seperti lampu petromak itu, bahan bakarnya pakai biogas. Lampu menyalanya juga terang. Jadi ketika tetangga listrik padam, rumah saya lampunya masih menyala," urainya.
Keuntungan lainnya, lanjut Joko Pitoyo, residu biogas bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman.
"Jadi cukup menguntungkan, residunya yang cair bisa langsung dikocorkan ke tanaman-tanaman. Pernah (residu) yang keras saya jual, ada beberapa karung laku juga," ujarnya.
Ia pernah beberapa kali menawari beberapa orang di sekitar rumahnya untuk menggunakan biogas.
Namun, mereka belum berniat untuk memanfaatkan biogas.
Baca juga: Delapan Instalasi Biogas Jaktim Ditargetkan Rampung 2025, Hasilkan Gas dari Tinja Warga
"Kan dari awal sudah dibuatkan cabang, jadi kalau ada yang mau menyambung bisa, cuma beli pipa saja, tapi saya tawari belum mau. Ya sudah untuk kebutuhan sendiri, jadi sementara baru rumah saya," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang