KULON PROGO, KOMPAS.com — Cuaca ekstrem yang melanda Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam beberapa pekan terakhir berdampak serius terhadap sektor pertanian, khususnya tanaman cabai merah keriting.
Hujan lebat yang turun hampir setiap hari menyebabkan penurunan produktivitas di sentra pertanian cabai di Pantai Trisik, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur.
Sukarman, petani champion Indonesia asal Galur, mengungkapkan bahwa hasil panen cabai tahun ini turun hingga 30 persen akibat curah hujan tinggi.
Baca juga: Musim Panen Raya di Blitar, Harga Cabai Justru Anjlok
“Produktivitas cabai merah keriting biasanya bisa mencapai 10 hingga 15 ton per hektar, sedangkan cabai rawit sekitar 5 sampai 8 ton per hektar. Tapi tahun ini hasilnya jauh berkurang,” ujarnya saat ditemui di kawasan pertanian cabai, Kamis (13/11/2025).
Menurut Sukarman, hujan yang terus-menerus membuat banyak buah cabai membusuk sebelum dipetik.
Bahkan, banyak bakal buah yang rontok karena kelembapan udara yang terlalu tinggi.
Kondisi lembap ini juga memicu munculnya berbagai penyakit tanaman seperti antraknosa dan fusarium, yang semakin memperparah penurunan hasil panen.
Baca juga: Warga Pelosok Kampar Bahagia Dapat Sembako Gratis ketika Harga Cabai Tembus Rp 90.000/Kg
Untuk mengatasi persoalan tersebut, para petani berupaya melakukan penyemprotan fungisida dan insektisida secara rutin.
Namun, Sukarman mengakui bahwa langkah tersebut hanya mampu mengurangi dampak penyakit, bukan menghentikannya sepenuhnya.
Panen cabai merah keriting di kawasan pantai Trisik, Kabupaten Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.Meski produktivitas turun, harga cabai di pasaran masih relatif tinggi, yakni sekitar Rp 28.000 per kilogram.
Kondisi ini sedikit memberi harapan bagi petani untuk menutup kerugian akibat cuaca buruk.
“Sekarang harganya bagus dan kemungkinan akan naik karena pasokan dari berbagai daerah berkurang,” tambahnya.
Sukarman berharap pemerintah dan para petani dapat terus berkolaborasi menjaga keberlanjutan produksi cabai.
Ia menegaskan bahwa hasil panen dari Kulon Progo selama ini berperan penting dalam memenuhi kebutuhan cabai nasional.
Mayoritas cabai dari wilayah tersebut dikirim ke Jakarta, sementara sebagian lainnya ke kota-kota besar di Pulau Jawa dan Sumatera seperti Palembang dan Padang.
“Tadi malam saja ada sekitar 15 ton cabai yang dikirim, mayoritas ke Jakarta,” ujarnya.
Baca juga: Anggota DPRD Kampar Disiram Air Cabai, Pelaku Dapat Bisikan
Sementara itu, Jaka Samudra, Dukuh Sidorejo di Kalurahan Banaran, mengakui bahwa penurunan hasil panen tahun ini terasa sangat berat bagi petani.
“Kalau tahun kemarin bisa panen 40 sampai 50 ton per hari, sekarang tinggal 15 sampai 20 ton saja,” ungkapnya.
Menurut Jaka, selain serangan penyakit yang meningkat, kualitas cabai juga menurun karena banyak buah yang lembek dan busuk di perjalanan akibat kondisi lembap.
“Sampai sana dibuka sudah lonyot. Jadi rugi dua kali, hasil sedikit dan kualitas turun,” katanya.
Panen cabai merah keriting di kawasan pantai Trisik, Kabupaten Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.Baca juga: Mapolres Dairi Dilempari Batu dan Cabai, Massa Tuntut Bebaskan Tersangka Pembakaran
“Kemarin harga sempat Rp 38.000 per kilogram, tapi tadi malam turun jadi Rp 28.000. Dengan biaya tenaga panen dan perawatan yang tinggi, petani nyaris tidak mendapat keuntungan,” ujarnya.
Cuaca ekstrem yang terjadi di Kulon Progo menjadi pengingat pentingnya upaya adaptasi pertanian terhadap perubahan iklim.
Kolaborasi antara petani, pemerintah, dan pihak terkait dibutuhkan agar produksi cabai nasional tetap stabil di tengah tantangan cuaca yang semakin tidak menentu.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang