KULON PROGO, KOMPAS.com - Warga Kulon Progo dan wilayah Yogyakarta lainnya beberapa hari terakhir mengeluhkan cuaca panas yang sangat menyengat dan gerah—bahkan banyak menyebutnya dengan istilah lokal “panas pol, sumuk pol.”
Fenomena cuaca panas ekstrem ini tentu bukan tanpa sebab.
Baca juga: Suhu Semarang Tembus 36 Celsius, Perantau Pilih Pindah Kos AC hingga Ngadem di Kafe Seharian
Menurut BMKG, ada beberapa faktor meteorologis yang memicu kondisi tersebut, yaitu: rasa gerah yang intens dipengaruhi gerak semu matahari, lapisan awan menghambat pelepasan panas, dan tingkat kelembapan yang tinggi.
Bambang dari BMKG menjelaskan, saat ini posisi matahari berada di sekitar garis khatulistiwa karena sedang terjadi gerak semu matahari.
Pada saat itu, energi panas yang diterima permukaan bumi menjadi sangat tinggi.
Hal ini mengakibatkan suhu udara terasa jauh lebih panas dari biasanya, menjelaskan mengapa cuaca panas terasa begitu ekstrem.
Tidak hanya itu. Panas yang tinggi tersebut kemudian terperangkap di bumi. Pasalnya, terdapat tutupan awan di langit, baik pada siang hingga sore hari. Akibatnya, panas matahari yang seharusnya kembali ke langit malah terhalang awan.
"Awan-awan menghambat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer. Hal ini membuat panas tetap tersimpan di permukaan bumi, dan udara terasa lebih gerah, terutama saat malam,” kata Bambang di ujung telepon, Kamis (16/11/2025).
Baca juga: Cuaca Panas Melanda, Ini Jam-jam yang Perlu Dihindari untuk Aktivitas di Luar
Sirkulasi massa udara panas yang tertahan di atas suatu wilayah memperburuk rasa panas dan sumuk.
Cuaca panas luar biasa gerah ini menguat seiring kelembapan udara yang tinggi menjelang hujan turun.
Ketika itu, tubuh kesulitan menyesuaikan suhu. Tubuh lebih sulit mendinginkan diri karena keringat tidak menguap dengan efektif.
"Tubuh tidak bisa menstabilkan panasnya dengan baik. Makanya terasa makin pengap dan sumuk,” ujar Bambang.
Data dari alat Automatic Weather Station (AWS) menunjukkan bahwa suhu udara maksimum di wilayah DIY dalam beberapa hari terakhir berkisar antara 33 hingga 36 derajat Celsius.
Misalnya, pada 13 Oktober lalu, suhu maksimum tercatat:
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi Geofisik (BMKG), fenomena ini selalu muncul pada peralihan musim dari kemarau ke hujan di wilayah seperti Kulon Progo dan Jogja pada umumnya.
Pada penghujung masa peralihan musim (pancaroba), maka curah hujan diperkirakan mulai meningkat pada akhir Oktober hingga awal November.
“Musim hujan secara umum mulai masuk pada dasarian ketiga Oktober dan akan berkembang merata di bulan November. Jadi cuaca akan mulai lebih sejuk dalam waktu dekat,” pungkas Bambang.
BMKG mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas luar ruangan pada siang hari, banyak minum air putih, serta menggunakan pelindung diri seperti topi atau payung jika harus berada di luar ruangan dalam waktu lama.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang