Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Gifted di Indonesia Kesulitan di Sekolah Umum, Ini Ceritanya

Kompas.com, 16 Oktober 2025, 08:10 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ferril Dennys

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Anak-anak Cerdas Istimewa Bakat Istimewa (CIBI) atau yang dikenal sebagai gifted children kerap menghadapi tantangan saat menempuh pendidikan di sekolah formal.

Berbagai hambatan muncul, mulai dari kebosanan akademik, kesulitan sosial, hingga kurangnya pemahaman guru terhadap kebutuhan mereka.

Afa, IQ 156, Dianggap Aneh dan Sempat Dibully di SD

Rini Maya Puspita, orangtua dari Afa, menceritakan bagaimana anaknya menunjukkan tanda-tanda kecerdasan luar biasa sejak usia 5 tahun.

Baca juga: Ejekan Maut yang Menewaskan Angga Siswa SMP Negeri 1 Geyer

Afa sudah bisa membaca dan menulis saat duduk di TK. Namun, masalah mulai muncul saat ia masuk SD negeri.

“Di SD kaya bosan di sekolah, menerima pelajaran cepat, jawab soal paling 10 menit habis itu dia gambar-gambar,” ujar Rini saat ditemui di Yogyakarta, Rabu (15/10/2025).

Afa juga mengalami kesulitan dalam mengelola emosinya. Ia kerap marah dan mengalami tantrum, sehingga akhirnya dibawa ke psikolog.

Hasil tes menunjukkan bahwa Afa memiliki IQ 156 (skala Wechsler) dan masuk kategori gifted.

“Ada gap besar kematangan intelektual dengan emosional. Mudah marah, kalau yang tidak sesuai dia marah, ekspresinya keras,” ungkap Rini.

Selain itu, Afa sempat mengalami perundungan dari teman-teman sekelasnya karena dianggap "berbeda".

“Waktu itu di SD dibully. Cukup cerdas, dianggap aneh, banyak mikir, ngomong sendiri. Itu teman-temannya ngebully,” tambahnya.

Afa bahkan sempat mempertanyakan sistem pendidikan nasional saat masih duduk di bangku SD.

“Misalnya waktu itu tentang ujian nasional. Kenapa harus ada UN? Kan kemampuan anak-anak beda, kenapa diratakan,” ucap Rini menirukan pertanyaan Afa.

Akhirnya, Afa memutuskan bersekolah melalui homeschooling saat masuk SMP.

Kini, ia telah melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda, di bidang linguistik, dan berangkat pada September 2025.

Wilang, IQ 150+, Masuk TK di Usia 2 Tahun dan Minta Lompat Kelas

Cerita serupa datang dari Rusmwati Wawa, orangtua dari Wilang.

Putranya menunjukkan keinginan untuk masuk TK di usia 2 tahun karena melihat sepupunya bersekolah.

Saat itu, Wilang langsung mampu membaca dengan lancar.

“Di masa TK, ada lembaga datang ngecek IQ yang sederhana banget. Saya sendirian yang dipanggil. Sama psikolog dikatakan kalau ada sesuatu yang lebih pada Wilang,” kata Wawa.

Wawa orangtua WIlang saat menceritakan pengalamannya mengasuh anak gifted di rumahnya di Banguntapan, Bantul, DIY, Rabu (16/10/2025)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Wawa orangtua WIlang saat menceritakan pengalamannya mengasuh anak gifted di rumahnya di Banguntapan, Bantul, DIY, Rabu (16/10/2025)

Meski awalnya mengabaikan saran untuk memeriksakan anak ke psikolog, Wawa akhirnya membawa Wilang melakukan tes IQ di UAD dan UGM. Hasilnya, Wilang tercatat memiliki IQ 150+ dengan skala Binet.

Namun, perjalanan sekolahnya tidak mudah. Wilang pernah tidak diperbolehkan masuk kelas oleh guru karena sudah bisa membaca lebih dulu dibanding teman sebayanya.

“Selama di TK, Wilang tidak diperbolehkan masuk kelas. Dia malah disuruh antar buku dari ruang kelas ke ruang guru,” ungkapnya.

Saat masuk SD, Wilang menunjukkan ketertarikan untuk langsung ke kelas 5, meski baru duduk di kelas 1.

Setiap pulang sekolah, ia menangis dan menolak kembali ke kelas awal.

“Ibu cek deh, kayaknya anaknya stres. Saya cek ternyata tidak stres. Umur 5 tahun sudah SD kelas 2,” kata Wawa.

Kini, Wilang sedang menempuh semester 7 di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Ia juga sempat mengikuti program pertukaran pelajar ke Jepang pada semester sebelumnya.

Tantangan Anak Gifted: Sistem Pendidikan Belum Adaptif

Dua cerita ini menggambarkan realita yang sering dialami anak-anak gifted di Indonesia.

Ketidaksesuaian antara kecepatan belajar dan struktur sekolah reguler membuat anak merasa bosan, tidak dimengerti, bahkan diasingkan secara sosial.

Meski memiliki potensi tinggi, banyak gifted children justru mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri secara emosional dan sosial.

Kurangnya dukungan sistemik, seperti guru yang terlatih menangani anak gifted atau kurikulum yang fleksibel, menjadi kendala utama.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau