Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPRD DIY Minta Menkeu Purbaya Kaji Ulang Pemotongan Dana Transfer Daerah

Kompas.com, 13 Oktober 2025, 17:52 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto, mendesak Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk meninjau kembali pemangkasan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi daerah.

Menurut Eko, kebijakan pemangkasan tersebut berpotensi menekan kemampuan fiskal daerah dan menghambat pelaksanaan program pembangunan yang berpihak pada masyarakat.

“Kaji ulang kebijakan pemangkasan dana ke daerah. Jika kebijakan ini tidak dibatalkan, pasti akan berdampak langsung pada pendapatan dan belanja daerah. Koreksi bisa terjadi signifikan, karena DAU dan DAK adalah sumber utama pembiayaan pembangunan di DIY,” ungkap Eko dalam keterangan persnya pada Senin (13/10/2025).

Baca juga: Kalteng Gali Pajak Usai TKD Dipangkas, DPRD Beri Peringatan: Jangan Bebani Masyarakat...

Eko menjelaskan bahwa belanja Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2026 yang mencapai Rp 5,5 triliun berpotensi mengalami penurunan yang signifikan.

“Perkiraan kami, penurunan bisa mencapai antara Rp 600 miliar sampai dengan Rp 750 miliar akibat pemangkasan DAK, DAU, BDH, dan penurunan angka Dana Keistimewaan. Kami akan hitung lagi setelah mendapatkan data terbaru. Yang pasti, ada penurunan Rp 167 miliar dari DAU dan DAK. Danais juga turun dari Rp 1,4 triliun pada tahun 2024, menjadi Rp 1,2 triliun, dan diproyeksikan turun lagi menjadi Rp 1 triliun pada tahun 2025 dan 2026,” paparnya.

Eko menambahkan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran akan sangat mempengaruhi dinamika pembahasan RAPBD 2026.

Ia menjelaskan catatan APBD sejak tahun 2025, di mana posisi pendapatan daerah tahun 2025 semula tercatat sebesar Rp 5.025.509.838.565, namun dalam Perubahan APBD 2025 turun menjadi Rp 4.763.124.635.230.

Sementara itu, belanja daerah di tahun 2025 mencapai Rp 5.237.363.379.173, dan dalam pelaksanaan perubahan menjadi Rp 5.040.278.864.514.

Baca juga: Sesalkan Pemotongan TKD Kalteng, Pimpinan DPRD: Padahal Kami Daerah Penghasil Pendapatan

Dalam penghantaran RAPBD 2026, pendapatan diproyeksikan mencapai Rp 5,2 triliun, dengan pendapatan asli daerah sebesar Rp 1,7 triliun.

Rancangan belanja dalam RAPBD tahun 2026 adalah Rp 5.503.266.687.214, dengan rincian belanja operasi Rp 3.608.750.805.751, belanja pegawai Rp 1.720.081.074.546, belanja barang dan jasa Rp 1.255.219.660.292, belanja subsidi Rp 93.766.620.563, belanja hibah Rp 506.336.495.850, dan belanja bantuan sosial Rp 33.346.954.500.

“Artinya, ruang fiskal kita semakin sempit. Apalagi dengan kebijakan pusat yang memangkas dana transfer, termasuk DAU, DAK, dan Dana Keistimewaan (Danais). Kebijakan pemangkasan anggaran tentu akan menghambat pertumbuhan perekonomian rakyat,” kata Eko.

Tekanan fiskal


Menyinggung pemangkasan Danais, Eko menyatakan bahwa hal tersebut akan memberikan tekanan fiskal bagi DIY.

Pada tahun 2024, Danais mencapai sekitar Rp 1,4 triliun, kemudian turun menjadi Rp 1,2 triliun di tahun 2025, dan diproyeksikan hanya sekitar Rp 1 triliun pada RAPBD 2026.

“Ada penurunan hingga Rp 400 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Jika tidak diperjuangkan, penurunan ini akan berimbas langsung pada program dan kegiatan yang mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat,” tambahnya.

Eko juga menekankan pentingnya pemerintah daerah DIY untuk tetap fokus pada kesejahteraan rakyat, pengentasan kemiskinan, dan penurunan pengangguran.

Ia mengingatkan bahwa penurunan anggaran dapat berdampak pada struktur belanja, terutama pada belanja modal dan subsidi yang akan mengalami penurunan signifikan jika pemangkasan dari pusat tetap dilanjutkan.

Baca juga: Kalteng Gali Pajak Usai TKD Dipangkas, DPRD Beri Peringatan: Jangan Bebani Masyarakat...

“Saat ini, belanja pegawai di RAPBD tahun 2026 berada di angka 32,94 persen, dan diperkirakan akan naik menjadi 36,2 persen setelah pemangkasan dana transfer. Artinya, belanja untuk pembangunan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan berbagai belanja untuk rakyat akan turun secara signifikan,” jelasnya.

Eko juga mendorong penguatan fiskal di tingkat kalurahan (desa dan kelurahan) sebagai kunci untuk menjaga daya tahan ekonomi daerah.

“Kami ingin kalurahan menjadi pusat pelayanan publik dan penggerak ekonomi rakyat. Oleh karena itu, perlu diperkuat dengan dukungan fiskal yang memadai melalui peraturan daerah yang sudah disiapkan pada 2024,” tutupnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau