YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pakar ilmu komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Senja Yustitia menilai praktik blokade live TikTok sebagai bentuk pembatasan informasi publik yang berbahaya bagi demokrasi.
Senja menekankan pentingnya kebebasan berpendapat, berekspresi, dan bermedia sebagai fondasi utama dalam sistem demokrasi.
Ia mengkritik tindakan blokade internet dan pembatasan live streaming di media sosial yang dianggapnya sebagai upaya sistematis untuk membatasi akses informasi publik.
Baca juga: Efek Domino Live TikTok Dimatikan, UMKM Bandung Barat: Usaha Kami Ikut Mati
“Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi, termasuk melalui media sosial. Blokade internet, seperti pembatasan live di media sosial, menjadi perhatian utama kami karena dampaknya bisa sangat besar,” ujar Senja dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, dampak paling berbahaya dari pembatasan ini adalah terhambatnya akses komunikasi saat aksi unjuk rasa berlangsung.
Hal ini dapat memperlambat penyebaran informasi darurat, seperti ketika ada korban luka yang membutuhkan pertolongan medis segera, sehingga potensi jatuhnya korban jiwa bisa meningkat.
Lebih lanjut, Senja menegaskan bahwa pembatasan informasi tidak sehat dalam sistem demokrasi.
“Keberagaman informasi adalah komponen penting yang tidak boleh didominasi oleh satu sumber. Informasi adalah milik semua orang dan setiap orang berhak menerima informasi yang beragam,” ungkapnya.
Senja juga menilai bahwa pembatasan ini bukanlah insidental, melainkan bersifat sistemik.
“Yang terjadi hari ini tidak bisa hanya dipahami sebagai kejadian sesaat, tetapi harus dilihat dalam perspektif yang lebih luas. Pola pembatasan ini sudah sangat jelas,” tambahnya.
Baca juga: Fitur Live TikTok Dihentikan, TikToker Lumajang: Enggak Bisa Cari Makan
Ia mengkritik ketidakmampuan DPR dan pemerintah dalam menyerap aspirasi rakyat serta kebijakan yang dianggap tidak empatik, yang menjadi pemicu lahirnya unjuk rasa yang kemudian dijawab dengan pembatasan informasi.
Senja juga menyayangkan praktik sensor di sejumlah media, terutama yang terafiliasi dengan kepentingan politik.
Senja menutup pernyataannya dengan mendorong pemerintah, baik Presiden maupun DPR, agar merespons aspirasi publik dengan serius.
“Meski Presiden sudah dua kali menyampaikan pernyataan resmi, hal itu belum menjawab keresahan masyarakat,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang