Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Dewan Dapat Tunjangan Rumah Rp 50 Juta Per Bulan, JCW: Tak Peka Penderitaan Rakyat...

Kompas.com, 20 Agustus 2025, 15:43 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Jogja Corruption Watch (JPW) mengkritik tunjangan perumahan yang diterima anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dinilai sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat.

Hal ini disampaikan Koordinator Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW Baharuddin Kamba, perwakilan JPW, Rabu (20/8/2025).

"Para legislator di Senayan Jakarta tentunya semringah karena mendapatkan tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan," ungkapnya.

Kamba menjelaskan, selain tunjangan rumah, para anggota DPR juga menerima tunjangan beras sebesar Rp 12 juta per bulan dan kenaikan gaji sebesar Rp 69 juta per bulan.

Baca juga: ICW: Pemberian Tunjangan Perumahan Hanya untuk Perkaya Anggota DPR

Dengan demikian, pendapatan resmi para wakil rakyat ini mencapai lebih dari Rp 100 juta per bulan.

Kamba menilai, kondisi tersebut membuat sebagian anggota DPR tampak tidak peka terhadap penderitaan rakyat.

"Wajar sebagian para anggota DPR RI tampak joget-joget di tengah penderitaan rakyat," tambahnya.

Menurut Kamba, saat ini masyarakat kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok sehari-hari akibat harga yang terbilang mahal, terutama bagi pekerja dengan upah minimum regional (UMR) yang rendah.

"Tentunya keputusan yang sangat tidak patut dan tunjangan rumah tersebut tidak peka terhadap penderitaan yang dialami rakyat kesulitan ekonomi," bebernya.

Lebih lanjut, JPW menilai tunjangan rumah bagi anggota DPR RI juga merupakan bentuk pemborosan.

Kamba mengingatkan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah menyerukan efisiensi anggaran, namun kenyataannya tidak sejalan dengan kebijakan yang ada.

"Jika dikalkulasikan, negara harus mengeluarkan anggaran sebesar Rp 1,740 triliun untuk 580 anggota DPR RI selama menjabat, yakni 60 bulan ke depan," jelasnya.

Sebagai bentuk protes, JPW berencana mengirimkan korek kuping atau cotton bud ke gedung DPR RI.

Baca juga: Banggar DPR: Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta Per Bulan Lebih Efisien daripada Perbaiki Rumah Dinas

"Ini sebagai simbol agar mereka mendengarkan suara rakyat. Selain itu, kami juga akan mengirim penghapus sebagai simbol agar anggaran tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan dihapus," kata Kamba.

Ia menegaskan bahwa para legislator tidak layak mendapatkan tunjangan rumah sebesar itu di tengah kinerja yang dianggap tidak memuaskan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau