Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Pati, PP Muhammadiyah Tekankan Pejabat Publik Jangan "One Man Show"

Kompas.com, 14 Agustus 2025, 13:50 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Krisiandi

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan respons terhadap demonstrasi yang berujung ricuh di Pati, Provinsi Jawa Tengah.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara pejabat publik, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, dengan masyarakat.

“Setiap langkah harus dibicarakan secara intens dengan perwakilan masyarakat, jangan one man show, sehingga membuat kebijakan yang ugal-ugalan,” tegas Dadang dalam sebuah pernyataan pada Kamis (14/8/2025).

Baca juga: Hormati Hari Kemerdekaan, Hari Ini Tak Ada Demo Susulan di Pati

Ia menambahkan bahwa proses komunikasi yang sehat dapat mencegah munculnya kesalahpahaman dan meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan.

Menurutnya, kebijakan yang lahir dari dialog akan lebih mudah diterima dan dijalankan bersama.

“Kita ini negara demokrasi, bukan kerajaan. Pemerintah dan masyarakat adalah mitra, sehingga setiap keputusan harus mempertimbangkan aspirasi rakyat,” ujar Dadang.

Lebih lanjut, Dadang mengingatkan bahwa pemimpin harus bersikap terbuka terhadap kritik dan saran, serta mengedepankan etika dalam menyampaikan informasi.


“Kalau rakyat diajak bicara, didengar pendapatnya, insyaAllah akan lebih mendukung program pemerintah,” tutupnya.

Sebelumnya, aksi demonstrasi yang dilakukan warga Pati di alun-alun Pati, Jawa Tengah, pada Rabu (13/8/2025), menarik perhatian publik.

Sebanyak 64 orang disebut terluka dalam unjuk rasa itu. Protes warga juga direspons DPRD dengan menyepakati hak angket dan bentuk pansus pemakzulan Bupati Sudewo

Para demonstran mendesak agar Bupati Sudewo dicopot dari jabatannya, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan warga.

Terkait kemungkinan pemecatan Bupati Sudewo, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan bahwa pemberhentian bupati dapat dilakukan jika terbukti melanggar sumpah jabatan atau memicu keresahan.

Baca juga: Kapolsek Pati Kota Kena Lemparan Batu saat Demo, Begini Kondisinya

Prosesnya melibatkan DPRD Kabupaten Pati dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Namun, Feri menegaskan bahwa proses ini sangat bergantung pada dinamika politik dan konsistensi tuntutan warga.

“Ada dua pola untuk aspirasi publik bisa menemukan tempatnya. Pertama, tentu melalui engagement (keterlibatan) di DPRD terhadap kepala daerah atau bupati, atau sanksi dari Kemendagri,” kata Feri dalam tayangan KompasTV pada Rabu (13/8/2025).

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau