YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan respons terhadap demonstrasi yang berujung ricuh di Pati, Provinsi Jawa Tengah.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara pejabat publik, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, dengan masyarakat.
“Setiap langkah harus dibicarakan secara intens dengan perwakilan masyarakat, jangan one man show, sehingga membuat kebijakan yang ugal-ugalan,” tegas Dadang dalam sebuah pernyataan pada Kamis (14/8/2025).
Baca juga: Hormati Hari Kemerdekaan, Hari Ini Tak Ada Demo Susulan di Pati
Ia menambahkan bahwa proses komunikasi yang sehat dapat mencegah munculnya kesalahpahaman dan meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan.
Menurutnya, kebijakan yang lahir dari dialog akan lebih mudah diterima dan dijalankan bersama.
“Kita ini negara demokrasi, bukan kerajaan. Pemerintah dan masyarakat adalah mitra, sehingga setiap keputusan harus mempertimbangkan aspirasi rakyat,” ujar Dadang.
Lebih lanjut, Dadang mengingatkan bahwa pemimpin harus bersikap terbuka terhadap kritik dan saran, serta mengedepankan etika dalam menyampaikan informasi.
“Kalau rakyat diajak bicara, didengar pendapatnya, insyaAllah akan lebih mendukung program pemerintah,” tutupnya.
Sebelumnya, aksi demonstrasi yang dilakukan warga Pati di alun-alun Pati, Jawa Tengah, pada Rabu (13/8/2025), menarik perhatian publik.
Sebanyak 64 orang disebut terluka dalam unjuk rasa itu. Protes warga juga direspons DPRD dengan menyepakati hak angket dan bentuk pansus pemakzulan Bupati Sudewo.
Para demonstran mendesak agar Bupati Sudewo dicopot dari jabatannya, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan warga.
Terkait kemungkinan pemecatan Bupati Sudewo, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan bahwa pemberhentian bupati dapat dilakukan jika terbukti melanggar sumpah jabatan atau memicu keresahan.
Baca juga: Kapolsek Pati Kota Kena Lemparan Batu saat Demo, Begini Kondisinya
Prosesnya melibatkan DPRD Kabupaten Pati dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Namun, Feri menegaskan bahwa proses ini sangat bergantung pada dinamika politik dan konsistensi tuntutan warga.
“Ada dua pola untuk aspirasi publik bisa menemukan tempatnya. Pertama, tentu melalui engagement (keterlibatan) di DPRD terhadap kepala daerah atau bupati, atau sanksi dari Kemendagri,” kata Feri dalam tayangan KompasTV pada Rabu (13/8/2025).
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang