Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Janggalnya Penangkapan 5 Orang Rugikan Bandar Judol, Legislator Sindir Polda DIY: Ini Ironis...

Kompas.com, 9 Agustus 2025, 14:18 WIB
Bilal Ramadhan

Editor

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penangkapan komplotan yang membuat rugi bandar judi online masih terus jadi sorotan.

Kelimanya ditangkap Polda DIY karena mengakali sistem hingga bandar judi online rugi.

Penanganan kasus tersebut dinilai janggal dan membuat publik bertanya soal arah penegakan hukum.

Hal tersebut diungkap anggota Komisi III DPR RI, Syarifuddin Sudding.

Menurutnya, kasus tersebut harusnya jadi pintu masuk untuk memburu bandar judi online, polisi dapat memanfaatkan kelima orang tersebut.

Anggota DPR RI ini menyebut tindakan Polda DIY janggal.

"Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya. Kalau yang melapor bandarnya, kenapa polisi nggak nangkap. Dan kalaupun bukan, kenapa polisi tak tangkap bandarnya?” kata Sarifuddin Sudding kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025).

Baca juga: Aksi Licik Pemain Judol di Bantul Akali Sistem Judol, Modal Rp 50 Ribu per Akun

Kasus itu pun, menurutnya, jadi ironi melihat cepatnya polisi menangani kasus yang merugikan bandar judi online.

Tetapi bandar judi yang jadi dalangnya justru tak tersentuh aparat kepolisian.

"Ini seperti membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh, dan hanya memangkas rantingnya. Kan ironis,” tuturnya.

Sudding menilai, penangkapan terhadap 5 pelaku yang memanfaatkan celah teknis dalam sistem promosi situs judi online justru membuka fakta.

Justru sistem judol itu sendiri beroperasi secara ilegal, merusak masyarakat, dan telah lama dibiarkan tumbuh subur di ruang digital Indonesia.

"Pertanyaannya bukan siapa yang mengakali sistem, tapi kenapa sistem judi online yang ilegal ini bisa terus beroperasi tanpa disentuh aparat? Siapa yang membiarkan? Siapa yang diuntungkan? Jangan sampai penegakan hukum ini digunakan untuk mengamankan kepentingan para bandar," lanjut dia.

Baca juga: Saat Polda DIY Menjawab Spekulasi soal Lindungi Bandar Judi Online

Sudding mengingatkan bahwa aparat penegakan hukum tidak boleh diskriminatif.

Apalagi dalam menangani kasus dengan dampak sosial dan ekonomi yang luas seperti judi online.

Terlebih, judi digital telah menjadi epidemi sosial yang menyasar masyarakat bawah, merusak kehidupan keluarga, dan menjerat generasi muda dalam jeratan utang dan kecanduan.

"Jangan sampai aparat justru terlihat lebih sigap saat pelaku yang ditangkap 'merugikan bandar', tapi lambat saat yang dihadapi adalah para bandar yang merugikan masyarakat,” pesan Sudding.

“Kalau benar aparat bertindak atas laporan masyarakat, seharusnya yang diburu adalah bandar yang menciptakan ekosistem judi itu sendiri," tambahnya.

Baca juga: Tangkap 5 Orang yang Akali Sistem Judi Online dan Rugikan Bandar, Ini Penjelasan Polda DIY

Sudding pun mendesak Polda DIY untuk bersikap profesional, transparan, dan akuntabel, serta membuka ke publik siapa aktor-aktor besar di balik operasi situs judi online tersebut.

"Sudah saatnya aparat penegak hukum berhenti mengejar pelaku-pelaku kecil dan mulai membongkar struktur bisnis ilegal yang melibatkan bandar besar, jaringan pembayaran, serta potensi pembiaran oleh oknum aparat," kata Sudding.

Dia mendorong dilakukannya audit menyeluruh terhadap situs-situs judi online yang aktif di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

Termasuk penelusuran aliran dana, penggunaan dompet digital, serta potensi kerja sama sistematis yang memungkinkan bisnis ilegal ini tetap berjalan.

"Kalau serius memberantas judi online, tidak cukup hanya menangkap pelaku teknis di permukaan. Perlu keberanian politik dan integritas hukum untuk menyentuh para pengendali utama judi online ini," sebutnya.

Sudding menegaskan, Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum dan bermitra dengan Polri itu berkomitmen untuk melakukan supervisi ketat terhadap aparat penegak hukum, termasuk dalam penanganan kasus-kasus judol.

"Dan memastikan bahwa penegakan hukum dijalankan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan menjadi instrumen perlindungan bagi kejahatan digital terorganisir," pungkas Sudding.

Baca juga: Soal Penangkapan 5 Pelaku Judi Online yang Akali Sistem, Polda DIY: Tidak Ada Titipan Bandar

Seperti diberitakan, Polda DIY berhasil mengamankan 5 orang pelaku atau operator yang diduga mengakali sistem promo situs judol.

Kelima pelaku disebut merugikan bandar judol karena memiliki banyak akun yang dapat membobol dan menarik uang atau cashback dan promo di situs judol.

Lima pelaku yang telah diditetapkan sebagai tersangka adalah RDS (32), EN (31), dan DA (22) warga Bantul serta NF (25) warga Kebumen dan PA (24) warga Magelang.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Janggalnya Penangkapan 5 Orang yang Rugikan Bandar Judol, DPR RI: Harusnya yang Disikat Bandarnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau