YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Koperasi dan UMKM Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut, aturan pembayaran bagi musisi menjadi peluang bagi pelaku UMKM di bidang Jasa untuk menciptakan musik yang dapat diputar di tempat usaha.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM DIY Srie Nurkyatsiwi mengatakan bahwa UMKM tidak hanya pada sektor kuliner dan fesyen saja, tetapi juga jasa. Dia mengatakan, pencipta lagu sebenarnya masuk dalam kategori jasa.
"Para musisi ini juga termasuk dalam UMKM lho, di sektor jasa," ujarnya, Rabu (6/8/2025).
Baca juga: Kisruh Royalti Lagu, Persebaya: Silahkan UMKM Putar Song For Pride, Ini Bentuk Terima Kasih Kami
Siwi - sapaan akrabnya - menambahkan, dengan pembayaran royalti ke musisi berarti juga turut mendukung keberlangsungan musisi tersebut.
Aturan royalti ini juga sekaligus menjadi peluang bagi pelaku UMKM di bidang jasa, untuk menciptakan sebuah musik yang dapat diputar di tempat-tempat usaha.
"Dari para penggiat ini kan, mungkin juga bisa menciptakan lagu-lagu yang memang pas, kan, gitu. Memang pas untuk diputar di suatu tempat tertentu," jelas dia.
Siwi menyampaikan, pemerintah daerah sudah memiliki platform bernama Si Bakul yang memfasilitasi pelaku UMKM terutama di bidang pendanaan. Namun, tidak menutup kemungkinan platform ini memberikan fasilitas pendaftaran hak cipta.
"Ada (fasilitas pendaftaran hak cipta). Sebetulnya, kalau di dalam fasilitas itu, kan, sudah di-support melalui beberapa melalui anggaran APBD atau anggaran pemerintah ya," kata dia.
Lanjutnya, jika musisi mendaftar melalui platform Si Bakul, memudahkan Dinas Koperasi dan UMKM mempermudah pendataan jenis-jenis UMKM di DIY, sehingga pihaknya mudah dalam mengambil kebijakan.
"Nah, inilah sebetulnya kenapa ini kita perlukan, karena kita perlu pendataan, perlu data. Sebetulnya, potensi keragaan UMKM yang di Jogja ini kayak apa? Biar apa? Biar kami itu saat mengambil kebijakan, biar tepat intervensinya," ujarnya.
Baca juga: Pasang Lagu di Kafe Bayar Royalti Rp 120.000 per Kursi, Ternyata Pakai Suara Alam Juga Bayar
Sebelumnya diberitakan, sejumlah pemilik coffee shop di Yogyakarta memilih tidak memutar musik di tempat usahanya demi menghindari potensi masalah hukum terkait royalti musik. Salah satunya adalah Rifkyanto Putro, pemilik Wheelsaid Coffee.
Rifkyanto mengaku mendukung sistem pembayaran royalti kepada musisi. Namun, ia merasa informasi yang diterima selama ini masih belum jelas, terutama soal mekanisme dan tarif pembayaran.
"Rp 120.000 dikalikan dengan 25 kursi, nah itu baru satu hak cipta atau bagaimana? Yang belum jelas itu kan,” ujar Putro, sapaan akrabnya, Senin (4/8/2025). Menurutnya, ia telah mengetahui aturan ini sejak 2016. Namun hingga kini, dia mengaku belum mendapatkan gambaran jelas soal pembayaran royalti.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang