Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jamasan Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti, Wali Kota Hasto: Pemimpin Harus Kandel dan Kukuh

Kompas.com, 24 Juli 2025, 15:11 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com -Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo memimpin prosesi jamasan Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti di Plaza Balai Kota, Kamis (24/7/2025).

Ia menekankan, tradisi jamasan ini bukan sekadar ritual, tetapi bentuk “uri-uri” budaya sekaligus pengingat nilai-nilai kepemimpinan Jawa.

“Saya kira kita ada bagian uri-uri kabudayan di Yogyakarta. Jogja sebagai kota budaya punya tradisi yang harus dipelihara, diuri-uri bagaimanapun juga marwah Jogja sebagai kota budaya punya makna besar,” ujarnya, Kamis (24/7/2025).

Baca juga: Setelah Satu Dekade, Gunungkidul Gelar Jamasan Pusaka Lengkap di Sewokoprojo

Hasto mengatakan uri-uri budaya tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat Yogyakarta. Menurutnya dalam jamasan pusaka ini memiliki makna tersendiri, pemimpin harus kandel atau kuat dan kukuh dalam mengabdi kepada masyarakat.

“Bagi kami dalam bahasa Jawa orang itu punya sifat kandel, kandel itu kalau diterjemahkan punya kepekaan diri yang kuat. Sifat kandel punya kekuatan dalam rangka bekerja dan melayani masyarakat. Pemimpin tidak boleh mudah goyah,” jelas dia.

Lanjut dia, pemimpin yang memiliki sifat kandel dalam bekerja tidak mudah goyah atau kukuh.

Hasto menyebut saat ini masyarakat Kota Yogyakarta sangat membutuhkan kemudahan pelayanan.

Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yeti Martanti menjelaskan secara historis Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti merupakan senjata yang dibuat pada tahun 1921 semasa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

Kemudian pada tahun 2000, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat memberikan pusaka tersebut kepada Pemerintah Kota Yogyakarta yang diserahkan langsung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Wali Kota Yogyakarta saat itu R.Widagdo.

"Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti mempunyai panjang keseluruhan 3 meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan dhapur kudhuping gambir ini, landeannya sepanjang 2,5 meter terbuat dari kayu Walikun," jelasnya.

Siraman Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti dipimpin langsung oleh Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo.

Tombak pusaka Kyai Wijaya Mukti merupakan pusaka kebesaran Pemerintah Kota Yogyakarta dan disemayamkan di ruang kerja Wali Kota Yogyakarta.

"Dengan keberadaan tombak pusaka di ruang kerja tersebut, mengisyaratkan adanya pesan-pesan luhur atau simbol kekuatan moral bagi pemimpin untuk selalu berusaha memakmurkan rakyatnya yakni kemakmuran yang dinikmati oleh semua warga, seperti yang disiratkan dalam pamor wos wutah wengkon dan dhapur kudhuping gambir," jelas dia.

Dalam budaya Jawa, pusaka adalah lambang budaya ber-pamor agama, pusaka bukan sekedar senjata apalagi alat. Pusaka adalah dwitunggal antara logam pilihan anti karat dengan unsur spiritual penciptanya, yang terpancar dari aura pamor-nya. Sehingga tegaknya tombak pusaka Kyai Wijaya Mukti, mengisyaratkan luluhnya pamoring Kawula-Gusti. Dalam dimensi vertikal, bermakna pasrah diri dan tunduk-patuhnya insan kamil ke haribaan Sang Khaliknya.

Dalam dimensi horizontal, mensyaratkan sosok pemimpin yang tanpa pamrih bersedia ngawulo, yang siap melayani rakyatnya dalam bentuk public services yang semakin baik, yang menghargai harkat dan martabat warganya serta membangun suatu clean goverment dan good governance.

Baca juga: Tradisi Jamasan Keris di Salatiga: Menyambut 1 Suro dengan Warisan Leluhur

Keberadaan Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti juga melambangkan kondisi wijoyo-wijayanti, yakni kemenangan sejati di masa depan, dimana seluruh lapisan rakyat dapat merasakan kamukten atau kesenangan lahir-batin, oleh sebab tercapainya tingkat kesejahteraanyang benar-benar merata.

Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti yang memiliki dhapur kudhuping gambir, berarti titik awal mulai mekarnya harapan yang akan membawa keharuman Kota Yogyakarta dengan segala predikatnya.

Kegiatan Siraman Pusaka juga diikuti oleh pemilik pusaka di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Dalam kegiatan tersebut, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) bekerja sama dengan paguyuban Paheman Memetri Wesi Aji (Pamerti Wiji), Abdi Dalem Keprajan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat wewengkon Kota, paguyuban Bergada Segoro Amarto dan pelaku senibudaya di Kota Yogyakarta.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau