KULON PROGO, KOMPAS.com – Sekolah Dasar Negeri Wijimulyo Lor (SDN Wijilor) di Kalurahan Wijimulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami penurunan jumlah siswa yang signifikan pada tahun ajaran baru ini.
Kepala SDN Wijilor, Theresia Sriyati, mengungkapkan bahwa tahun ini sekolahnya hanya menerima satu siswa baru.
“Benar bahwa sekolah kita menerima satu siswa saja tahun ini. Namun, nanti akan ada juga satu tambahan dari murid pindahan,” kata Sriyati di ruang kerjanya, Kamis (3/7/2025).
Baca juga: Kaget BPJS Nonaktif, Lansia di Kulon Progo Terpaksa Bayar Rp 27.000 saat Berobat
Kondisi minim siswa ini bukanlah hal baru, namun penurunan jumlah peserta didik terjadi secara drastis dalam empat tahun terakhir.
Pada tahun ajaran 2025/2026, total peserta didik di SDN Wijilor hanya mencapai 29 siswa, dengan rata-rata 4-5 siswa dalam satu kelas.
Sriyati menjelaskan bahwa sejumlah faktor melatari kondisi ini.
Sekolah yang berdiri sejak 1970-an ini terletak di jalan provinsi yang menghubungkan dua kecamatan, dikelilingi oleh sawah yang luas.
SDN Wijilor hanya dekat dengan satu dusun, Padukuhan Temanggal, sementara sekolah-sekolah lain yang lebih ramai dekat dengan permukiman.
Baca juga: Penganiayaan Brutal di Kulon Progo: Pria Tua Tusuk Teman Pakai Tombak karena Dendam Lama
“Dengan jumlah siswa yang semakin banyak, sekolah bisa menyeleksi anak sesuai bakat, minat, dan potensi untuk mengejar prestasi,” tambahnya.
Ruang kelas V Sekolah Dasar Negeri Wijimulyo Lor (SDN Wijilor) di Kalurahan Wijimulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Barang-barang “vintage” masih bertahan di sekolah ini.
Sriyati berharap pemerintah dapat memberikan solusi terbaik untuk sekolahnya.
Pasalnya, kondisi minim siswa memiliki dampak pada Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima.
Semakin sedikit siswa, semakin kecil alokasi dana dari pemerintah, yang menyulitkan pengembangan sarana prasarana sekolah.
Guru-guru juga sering kali terpaksa patungan untuk kegiatan sekolah.
“Sering sekali kami terpaksa patungan untuk kegiatan di sekolah, misalnya untuk perayaan 17-an,” ungkap Sriyati.
Di sisi lain, fenomena minim siswa juga terjadi di sekolah-sekolah lain di Kulon Progo, termasuk SDN Punukan di Dusun Beji, Wates.