YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Hedi Ludiman, seorang guru honorer di sekolah swasta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melaporkan dugaan kasus mafia tanah yang menimpa istrinya, Evi Fatimah, kepada Bupati Sleman, Harda Kiswaya.
Hedi dan Evi mengunjungi Kantor Pemkab Sleman pada Rabu (14/05/2025) untuk menyampaikan keluhan mereka.
Hedi menjelaskan bahwa sertifikat tanah milik istrinya telah digadaikan ke bank dan telah beralih nama dua kali tanpa sepengetahuan mereka.
"Saya menyampaikan keluh kesah saya sebagai warga Sleman. Meminta agar dibantu masalah yang menimpa istri saya, masalah mafia tanah," ungkap Hedi saat ditemui di Kantor Bupati.
Baca juga: Perjuangan Guru Honorer di Sleman: 12 Tahun Melawan Mafia Tanah, Sertifikat Belum Kembali
Hedi menuturkan, Bupati Sleman mendengar dan merespons keluh kesahnya.
Selain itu, menurutnya Bupati Sleman juga berjanji akan mendampingi.
"Saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Bupati yang telah merespons dan membantu saya sebagai warga," ungkapnya.
Baca juga: Fasilitas Stadion Maguwoharjo Rusak Usai Acara Klub Motor, Ini Kata Pengelola
Baca juga: Respons Bupati dan Pengadilan soal Kasus Mafia Tanah Guru Honorer di Sleman
Suami istri di Kabupaten, Sleman Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) yang menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.
Sementara itu, Bupati Sleman, Harda Kiswaya, menyatakan keprihatinannya atas kasus yang dialami Hedi dan Evi.
"Yang pertama prihatin. Mudah-mudahan jangan banyak yang mengalami kayak Mbak Evi ini, mudah-mudahan," kata dia.
Ia menekankan pentingnya masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi dan kerjasama dengan pihak lain.
"Makanya bagi masyarakat, pembelajaran yang pertama harus hati-hati pada saat punya kerjasama dengan orang atau badan usaha. Betul-betul harus hati-hati," tambahnya.
Baca juga: Tanggapan Polisi atas Kasus Dugaan Mafia Tanah yang Menimpa Guru Honorer di Sleman
Pihaknya berjanji akan mendampingi Hedi dan Evi hingga keduanya mendapatkan kembali haknya.
"Saya selaku pemerintahan Kabupaten Sleman akan mendampingi beliau. Berjuang untuk memperoleh kembali haknya," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal pada 2011 ketika Hedi dan Evi menyewakan tanah seluas 1.475 meter persegi kepada dua orang berinisial SJ dan SH.
Kedua penyewa mengontrak tanah tersebut untuk usaha konveksi dengan biaya Rp 25 juta yang dibayar secara angsuran.
Baca juga: Segini Biaya Wisuda Siswa SMK di Purwokerto yang Mirip dengan Perguruan Tinggi
Sebagai jaminan, SJ dan SH meminta sertifikat tanah kepada Evi sebelum menempati rumah.
Namun, setelah membawa Evi ke kantor notaris untuk menandatangani perjanjian sewa, Evi tidak diberi kesempatan untuk membaca isi dokumen tersebut.
Akibatnya, sertifikat tanah yang menjadi jaminan tersebut digadaikan ke bank dan beralih nama tanpa sepengetahuan mereka.
Hedi kemudian melaporkan kasus ini ke polisi, yang mengakibatkan penangkapan SH dan dijatuhi hukuman 9 bulan penjara.
Sementara SJ masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Baca juga: Toko Mama Khas Banjar Tutup, Pemilik: Mental Kami Hancur, Kami Trauma
Selain itu, Hedi juga menggugat SJ dan SH secara perdata di Pengadilan Negeri Sleman, tetapi gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima.
Pada 2024, sertifikat tanah tersebut kembali beralih nama kepada pihak lain berinisial RZA setelah melalui proses lelang, meskipun sertifikat tersebut seharusnya sudah diblokir.
Kasus ini semakin menambah keprihatinan terhadap maraknya praktik mafia tanah di wilayah tersebut.
Baca juga: Cerita Pilu Mbah Tupon: Tanah 1.655 Meter Persegi Beralih Nama, Kini Terancam Dilelang
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang