YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengungkapkan bahwa sebagian besar sampah yang dihasilkan di daerah tersebut berasal dari sisa makanan dan pengolahan makanan.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat mengurangi pembuangan sisa makanan.
Kepala DLH Gunungkidul, Harry Sukmono, menjelaskan bahwa rata-rata sampah yang dihasilkan per orang mencapai 0,49 kilogram per hari.
Baca juga: Fakta di Balik Bisnis Sampah Ilegal di Kulon Progo yang Dikirim dari Yogyakarta dan Sleman
Dengan jumlah penduduk sekitar 700.000 orang, total sampah yang dihasilkan mencapai sekitar 380 ton per hari.
Dari jumlah tersebut, 69 persen merupakan sampah organik.
"Dari prosentase sampah organik, 53 persen di antaranya merupakan sampah basah yang berasal dari sisa makanan dan sisa dapur. Itu adalah hasil pendataan kami tahun 2024 kemarin," ungkap Harry saat dihubungi melalui telepon pada Senin (14/4/2025).
Ilustrasi sampah plastik. Harry menambahkan bahwa sampah tersebut seharusnya dikelola secara mandiri, seperti digunakan untuk pembuatan kompos atau pakan ternak.
Namun, ia mengakui bahwa hal ini sulit dilakukan di kawasan perkotaan, seperti di kota Wonosari, karena keterbatasan lahan.
Saat ini, sampah yang dihasilkan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Wukirsari, yang mampu menampung 50 ton sampah per hari.
Sisa sampah lainnya masih dikelola secara mandiri oleh masyarakat, mengingat luasnya lahan di Gunungkidul.
"Seharusnya TPA itu menjadi residu, yaitu sampah yang tidak dapat diolah sebelum masuk. Namun, beberapa aktivitas tidak dilakukan pengolahan dan pemilihan, sehingga akhirnya diterima," jelas Harry.
DLH Gunungkidul berupaya mengurangi sampah dari sumbernya, termasuk dengan mengurangi penggunaan produk sampah, seperti tidak menggunakan plastik saat rapat.
"Untuk sampah organik sisa makanan, seharusnya bisa dimanfaatkan, misalnya sebagai pakan ternak ayam. Kita juga perlu mengurangi porsi makanan yang diambil agar tidak terbuang," tambahnya.
Baca juga: Pabrik Tahu Gunakan Sampah Plastik sebagai Bahan Bakar, Ini Rekomendasi IPEN
Ilustrasi sampah.Pihaknya juga melakukan pendampingan dan pendekatan di tingkat kelurahan untuk mengolah sampah sisa makanan menjadi kompos.
Di desa-desa, pengelolaan sampah tidak begitu menjadi masalah karena masyarakat sudah lebih banyak memanfaatkan.
"Namun, di perkotaan menjadi masalah karena tidak semua orang memiliki ternak dan lahan. Kami tetap melakukan pendekatan di tingkat kalurahan maupun perkotaan," kata Harry.
Baca juga: Mengintip Praktik Bisnis Sampah Ilegal di Kulon Progo...
Wakil Ketua Pansus Rancangan Perda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup DPRD Gunungkidul, Ey Agustin, mengungkapkan keprihatinan terhadap fenomena menumpuknya makanan yang terbuang secara percuma.
Ia mendorong peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah.
"Fenomena ini menjadi keprihatinan kita bersama. Mestinya ada sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat," kata Ery.
Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan memfasilitasi pengelolaan limbah dan mengeluarkan regulasi agar sampah dapur dapat dikelola dengan baik.
Baca juga: Jadi Keresahan, Bagaimana Sebenarnya Aturan Impor Sampah di Indonesia?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang