Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengecer Kembali Bisa Jual Elpiji 3 Kg, Pedagang: Kalau Jadi Pangkalan, Modalnya Besar

Kompas.com, 5 Februari 2025, 14:45 WIB
Wijaya Kusuma,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Prabowo Subianto kembali memperbolehkan pengecer menjual elpiji 3 kg atau gas melon. Selain itu, pengecer rencananya akan dijadikan sebagai subpangkalan.

Terkait hal tersebut, Wima (46), pemilik warung di Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman, menyambut baik kebijakan tersebut.

Baca juga: Siapa Oknum yang Diduga Memainkan Harga Elpiji 3 Kg, Menurut Bahlil?

"Ya senang kalau diperbolehkan lagi jualan gas 3 kg," ujar Wima saat ditemui di warungnya, Rabu (5/2/2025).

Namun, Wima mengaku cukup berat jika pengecer harus menjadi pangkalan karena membutuhkan modal besar dan persyaratannya cukup rumit.

"Wah kalau jadi pangkalan, modalnya pasti besar. Saya baca di berita, untuk izin jadi pangkalan juga ribet," tuturnya.

Wima berpendapat bahwa lebih baik pengecer dijadikan sub-agen, dengan harga elpiji 3 kg di sub-agen ditentukan oleh pemerintah pusat.

"Mendingan jadi sub-agen, pendataannya cukup di pangkalan saja, mungkin menyerahkan KTP. Harga ditentukan pemerintah. Kalau ada yang melanggar, bisa dicabut sebagai sub-agen," ungkapnya.

Pengecer Jadi Sub-agen, Syarat Diminta Dipermudah

Sementara itu, Indah (44), pemilik warung di Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, menuturkan bahwa selama ini pembeli elpiji 3 kg di tempatnya hanya dari tetangga sekitar.

"Saya sudah yakin kebijakan beli di pangkalan nggak akan lama, soalnya rakyat kecil otomatis kena dampaknya. Alhamdulillah, langsung dicabut," ujar Indah saat dihubungi melalui telepon.

Saat kebijakan pembelian hanya di pangkalan berlaku, Indah mengaku banyak pelanggan datang ke warungnya untuk mencari elpiji 3 kg.

Baca juga: Tak Ada Antrean, Pengecer Elpiji 3 Kg Harap Pasokan Gas Tidak Berkurang

Bahkan, ada yang bertanya melalui WhatsApp (WA). Namun, karena tidak memiliki stok elpiji 3 kg, banyak pelanggan yang pulang dengan tangan kosong.

"Dari pagi banyak yang tanya, terus saya tulis gas kosong. Ada yang WA, 'Mbak, masih ada gas nggak?' Yang nggak biasa beli di sini juga tanya. Ya kasihan juga," tuturnya.

Terkait kebijakan pengecer yang akan dijadikan sub-agen, Indah mengaku akan mengikuti aturan yang ditetapkan. Namun, ia berharap persyaratan menjadi sub-agen tidak terlalu sulit.

"Kalau saya sih ngikut kebijakan saja. Iya, pastinya syaratnya dipermudah," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau