SOLO, KOMPAS.com - Penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali menyerang ratusan sapi di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Berdasarkan laporan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKP3) Sragen, sejak 27 Desember 2024 hingga 7 Januari 2025, tercatat sebanyak 823 kasus PMK.
Munculnya kasus ini kembali, disebabkan oleh faktor cuaca dan hal lain.
Baca juga: 12 Kasus PMK di Kota Malang, Dispangtan Lakukan Upaya Pencegahan Saat Vaksin Belum Tersedia
Petugas Medic Veteriner DKP3 Sragen, Ana Margaretha mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 823 sapi yang masih aktif terjangkit PMK.
70 dari 823 sapi terjangkit PMK mati, baik akibat pemotongan paksa maupun mati secara alami.
"Yang aktif sekitar 823, mati 70 ekor, baik dipotong paksa dan mati sendiri," kata Ana Margaretha kepada awak media pada Selasa (7/1/2025).
Ana menjelaskan bahwa peningkatan kasus kali ini menunjukkan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2022.
Ia menduga bahwa infeksi sekunder pada sapi yang sebelumnya pernah terjangkit PMK menjadi salah satu penyebabnya.
"Penyebab selain karena perubahan cuaca juga karena memang ini infeksi tahun sebelumnya 2022. Kan kita ada PMK jadi mungkin masih ada beberapa ekor yang sakit dan kemudian ada pergantian musim jadi muncul kembali," jelasnya.
Pemerintah Kabupaten Sragen mengimbau para peternak untuk segera melaporkan jika ternak mereka menunjukkan gejala PMK.
"Ya kita memberikan edukasi peternak bahwa pengobatan dari kami gratis, dan kita juga memberikan obat sesuai dengan treatment penyakitnya," tambahnya.
Baca juga: DPRD Malang Minta Pemkab Siapkan Anggaran Hadapi PMK
Sebagai langkah pencegahan, DKP3 Sragen juga meningkatkan penyemprotan disinfektan.
"Penyemprotan cairan disinfektan, menjaga kebersihan kandang, dan memberikan edukasi kepada peternak tentang PMK, serta mencegah hewan yang sakit tidak dikandangkan bersama hewan yang sehat, harus dikarantina," papar Ana.
Ia menegaskan bahwa penularan PMK dapat terjadi melalui kontak langsung, serta melalui peternak yang memelihara hewan sendiri, peralatan yang tercemar, alat transportasi, tempat makan, tempat minum, dan juga pakan ternak.
"Karena penularan bisa melalui kontak langsung kemudian juga, melalui peternak dengan memelihara sendiri, peralatan yang tercemar, alat transportasi, tempat makan, tempat minum dan juga pakannya sendiri juga bisa," tutup Ana Margaretha.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang