Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Ajukan Gugatan "Presidential Threshold" Usai Pilpres

Kompas.com, 3 Januari 2025, 16:28 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengajukan permohonan judicial review terkait presidential threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah Pemilihan Presiden (Pilpres).

Salah satu pemohon, Enika Maya Oktavia, menjelaskan alasan di balik pengajuan tersebut dalam jumpa pers yang berlangsung di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga pada Jumat (3/1/2025).

Enika menjawab pertanyaan yang muncul terkait waktu pengajuan permohonan, yang dianggap terlambat jika dibandingkan dengan waktu sebelum Pilpres.

"Sederhana saja jawabannya bahwa semakin dekat dengan Pilpres, maka tekanan-tekanan politik itu akan semakin luar biasa," ungkapnya.

Baca juga: Tak Cuma Dipecat, Aipda Robig Ditetapkan Tersangka Kasus Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang

Dia menegaskan bahwa permohonan judicial review yang diajukan adalah murni merupakan perjuangan akademik dan advokasi konstitusional.

"Kami di sini menekankan bahwa perjuangan kami adalah perjuangan akademik, perjuangan advokasi konstitusional. Oleh karenanya, kami cerminkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan setelah Pilpres," jelas dia.

Lebih lanjut, Enika menuturkan bahwa pengajuan permohonan setelah Pilpres bertujuan agar kajian-kajian yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi tidak terpengaruh oleh tekanan politik.

"Kami ingin kajian-kajian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat pengaruh-pengaruh secara politik, melainkan benar-benar kajian akademik, benar-benar kajian substansi hukum," tegasnya.

Baca juga: Hasil Pilkada Ketapang Kalbar 2024: Alexander-Jamhuri Unggul dengan 130.810 Suara, yang Lain?


Ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggugat presidential threshold ke MK, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna bersama Dekan FH Ali SodikinDOK. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggugat presidential threshold ke MK, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna bersama Dekan FH Ali Sodikin

Enika juga mengungkapkan bahwa sejak Februari 2024, mereka terhalang untuk beracara di MK karena adanya Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres.

Namun, pada Januari 2025, setelah hampir satu tahun, MK akhirnya mengabulkan permohonan masyarakat.

"Sebagaimana harapan kita semua, ada angin segar bagi demokrasi Indonesia. 32 putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya menyatakan tidak diterima dan ditolaknya permohonan-permohonan tersebut, kemudian di permohonan ke-33 ini, akhirnya Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan keinginan dari masyarakat Indonesia itu sendiri," pungkasnya.

Baca juga: Andika-Hendi Gugat Hasil Pilkada Jawa Tengah, Temukan Banyak Pelanggaran Terstruktur dan Masif

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden, atau yang dikenal dengan presidential threshold.

Putusan ini diambil dalam sidang perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di ruang sidang MK, Jakarta, pada Kamis (2/01/2025).

Gugatan yang diterima MK ini diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Hag, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Baca juga: Hasil Pilkada Tegal 2024: Paslon Ishack-Kholid Unggul dari Lawannya, Berapa Persen Suaranya?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau