YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengajukan permohonan judicial review terkait presidential threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah Pemilihan Presiden (Pilpres).
Salah satu pemohon, Enika Maya Oktavia, menjelaskan alasan di balik pengajuan tersebut dalam jumpa pers yang berlangsung di Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga pada Jumat (3/1/2025).
Enika menjawab pertanyaan yang muncul terkait waktu pengajuan permohonan, yang dianggap terlambat jika dibandingkan dengan waktu sebelum Pilpres.
"Sederhana saja jawabannya bahwa semakin dekat dengan Pilpres, maka tekanan-tekanan politik itu akan semakin luar biasa," ungkapnya.
Baca juga: Tak Cuma Dipecat, Aipda Robig Ditetapkan Tersangka Kasus Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang
Dia menegaskan bahwa permohonan judicial review yang diajukan adalah murni merupakan perjuangan akademik dan advokasi konstitusional.
"Kami di sini menekankan bahwa perjuangan kami adalah perjuangan akademik, perjuangan advokasi konstitusional. Oleh karenanya, kami cerminkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan setelah Pilpres," jelas dia.
Lebih lanjut, Enika menuturkan bahwa pengajuan permohonan setelah Pilpres bertujuan agar kajian-kajian yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi tidak terpengaruh oleh tekanan politik.
"Kami ingin kajian-kajian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi tidak mendapat pengaruh-pengaruh secara politik, melainkan benar-benar kajian akademik, benar-benar kajian substansi hukum," tegasnya.
Baca juga: Hasil Pilkada Ketapang Kalbar 2024: Alexander-Jamhuri Unggul dengan 130.810 Suara, yang Lain?
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menggugat presidential threshold ke MK, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna bersama Dekan FH Ali SodikinEnika juga mengungkapkan bahwa sejak Februari 2024, mereka terhalang untuk beracara di MK karena adanya Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres.
Namun, pada Januari 2025, setelah hampir satu tahun, MK akhirnya mengabulkan permohonan masyarakat.
"Sebagaimana harapan kita semua, ada angin segar bagi demokrasi Indonesia. 32 putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya menyatakan tidak diterima dan ditolaknya permohonan-permohonan tersebut, kemudian di permohonan ke-33 ini, akhirnya Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan keinginan dari masyarakat Indonesia itu sendiri," pungkasnya.
Baca juga: Andika-Hendi Gugat Hasil Pilkada Jawa Tengah, Temukan Banyak Pelanggaran Terstruktur dan Masif
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden, atau yang dikenal dengan presidential threshold.
Putusan ini diambil dalam sidang perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di ruang sidang MK, Jakarta, pada Kamis (2/01/2025).
Gugatan yang diterima MK ini diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Hag, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Baca juga: Hasil Pilkada Tegal 2024: Paslon Ishack-Kholid Unggul dari Lawannya, Berapa Persen Suaranya?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang