Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengungkap Kasus Perdagangan Bayi Lintas Daerah di Kulon Progo, Anak Blasteran Dihargai Lebih dari Rp 100 Juta

Kompas.com, 26 November 2024, 12:44 WIB
Dani Julius Zebua,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perdagangan bayi yang sedang ditangani oleh kepolisian resor Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Di antara para pelaku, teridentifikasi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam praktik ilegal ini.

Kapolres Kulon Progo, AKBP Wilson Bugner F Pasaribu, menyatakan bahwa salah satu pelaku adalah PNS yang bekerja di pemerintah daerah di Jawa Tengah.

"Ada yang PNS (yang bekerja) di Jawa Tengah dan ada pula (yang) ibu rumah tangga. PNS ini (kerja) di pemerintah daerah," ujar Wilson, Selasa (26/11/2024).

Baca juga: Polresta Yogyakarta Panggil 4 Pedagang Teras Malioboro, Diperiksa Terkait Kasus Apa?

Keempat tersangka, yang merupakan warga Jawa Tengah, terdiri dari AH (41), laki-laki asal Sukoharjo, MM (52) perempuan asal Karanganyar, NNR (20) perempuan dari Grobogan, dan A (39) laki-laki beralamat di Sukoharjo.

Mereka menggunakan modus berpura-pura sebagai keluarga yang membutuhkan anak untuk diadopsi.

Setelah mendapatkan bayi, mereka kemudian menjualnya.

Baca juga: Penyebab Kecelakaan yang Tewaskan 7 WNI di Malaysia, Kabur dari Pemeriksaan


Baca juga: Pelajar SMKN 4 Semarang Anggota Paskibra Berprestasi Meninggal, Diduga Tertembak Oknum Polisi

Bayi hasil hubungan di luar pernikahan

Kebanyakan korban adalah bayi hasil hubungan di luar pernikahan, terutama di kalangan mahasiswa dan pelajar.

Para pelaku telah melakukan praktik ini belasan kali, menjual bayi ke berbagai daerah, termasuk Manado, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Pengakuan tersebut diperoleh polisi dari hasil pemeriksaan terhadap para pelaku dan penelusuran data di handphone mereka.

Korban terakhir adalah seorang mahasiswa luar Kulon Progo yang melahirkan tanpa menikah.

Ia mengalami tekanan psikologis akibat hubungan gelap dengan pacarnya.

Baca juga: Cerita Sukarni, 20 Tahun Jadi Mitra UD Pramono Boyolali, Mampu Sekolahkan Dua Anaknya hingga Lulus Kuliah

Dalam keadaan panik, mereka mencari orang yang mau mengadopsi anak dengan harapan bisa bertemu kembali dengan anak tersebut di kemudian hari.

"Mereka tidak tahu anak ini akan dijual," jelas dia.

Wilson juga mengonfirmasi bahwa hingga saat ini belum ada laporan mengenai warga Kulon Progo yang terlibat sebagai korban atau pelaku dalam kasus TPPO ini.

Kasus perdagangan bayi ini terungkap oleh Unit PPA Polres Kulon Progo pekan lalu.

Setelah melakukan penyelidikan, polisi berhasil menghubungi akun yang berpura-pura mencari bayi untuk diadopsi, yang menawarkan harga sebesar Rp 25 juta.

Baca juga: Soal Tunggakan Pajak UD Pramono, Menko Pangan Zulhas: Ini Ada Pak Gubernur sama Bupati

Memalsukan dokumen bayi yang dijual

Pelaku kemudian mengantarkan bayi berjenis kelamin laki-laki setelah kesepakatan harga tercapai.

Polisi menangkap para pelaku di wilayah Kedunggong, Wates, Kulon Progo, dan langsung menetapkan mereka sebagai tersangka dalam tindak pidana perdagangan orang dan anak.

Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain uang tunai sebesar Rp 25.700.000, beberapa handphone, surat pernyataan bermeterai penyerahan anak kandung, bantal bayi, satu bungkus susu, dan buku rekening.

Dalam keterangan pers yang disampaikan di markas Polda DIY, Kapolres Wilson mengungkapkan bahwa MM merupakan otak dari kelompok ini, sementara tiga pelaku lainnya berperan dalam mencari pembeli dan mengantarkan bayi.

Baca juga: Sambangi UD Pramono di Boyolali, Menko Pangan Zulhas: Bapak-bapak Maunya Apa Gitu

Para pelaku juga diduga memalsukan dokumen bayi yang mereka jual, termasuk akta lahir, untuk mengetahui kepada siapa bayi-bayi tersebut dijual.

Mereka menjual bayi tidak hanya di wilayah Yogyakarta, tetapi juga hingga ke luar daerah.

Bayi-bayi tersebut dijual tanpa belas kasihan, dengan harga bervariasi tergantung jenis kelamin.

"Bila laki-laki harganya Rp 20-70 juta, perempuan Rp 25-100 juta, sedangkan blasteran atau keturunan luar negeri bisa di atas Rp 100 juta," kata Wilson.

Kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum dan masyarakat, mengingat dampak sosial yang ditimbulkan dari praktik perdagangan manusia, terutama terhadap bayi yang tidak bersalah.

Baca juga: Kasus Tunggakan Pajak UD Pramono, Nana Sudjana, dan Janjinya...

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau