Editor
KOMPAS.com - Qonitah Ikhtiar Syakuroh (23), atlet bulutangkis asal Kapanewon Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ini mengaku bangga dan bersyukur berhasil menyabet medali perak di ajang Paralimpiade Paris 2024.
Qonitah sempat membagikan momen haru usai mendapat medali melalui video call dengan keluarganya.
Saat itu Qonitah sebut saat pertandingan sengit melawan atlet China, Xiao Zuxian. Qonitah harus mengaku keunggulan Zuxian yang menyabet emas. di cabang badminton tunggal putri pada kategori woman single standing lower (WS SL).
Baca juga: Catat Sejarah, Ini Profil Tiga Atlet Boccia Indonesia Peraih Medali Paralimpiade Paris 2024
“Saya bermain enjoy, tenang, dan percaya diri berserah diri karena hasil akhir Tuhan yang menentukan,” kata Qonitah kepada wartawan via panggilan video, Senin (2/9/2024).
“Mungkin karena saya kurang siap menerima bolanya saja, meski sebenarnya saya yakin,” tambahnya. Qonitah kepada wartawan via panggilan video.
Seperti diketahui, pertandingan tersebut Xiao yang ranking dua dunia menang dengan skor 14-21 dan 20-22 atas Qonitah.
Baca juga: Cerita Qonitah, Anak Penderes Nila di Bukit Menoreh yang Ikut Paralimpiade Paris 2024
Ruang kelas PAUD Taoge menjadi tempat warga menonton bersama atau nonton bareng (nobar) via live streaming di Pedukuhan (dusun) Soropati, Kalurahan Hargotirto, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Histeria, gemas, tangis dan bahagia menguar di tengah mereka yang menonton pertandingan Qonitah vs Xiao Zuxian di final bulutangkis perorangan kategori standing lower (SL) 3 di Paralimpiade Paris 2024.Pihak keluarga mengaku bangga atas prestasi Qonitah. Dukungan tak pernah berhenti selama pertandingan yang disaksikan keluarga melalui live streaming.
Begitu juga warga tempat tinggal Padukuhan Soropati, Kalurahan Hargotirto. Mereka menyediakan acara nonton bareng di gedung PAUD Taoge setempat.
Baca juga: Qonitah, Atlet Badminton Asal Bukit Menoreh, Sabet Medali Perak di Paralimpiade Paris 2024
“Qonitah bisa bertahan sampai saat ini. Meski belum yang tertinggi, kami orangtua sangat puas atas usahanya. Dari awal Qonitah sudah bersusah payah untuk meraih nomor satu,” kata Taufik (52), ayah dari Qonitah, Senin (2/9/2024).
Sementara sang ibu, Rumini, mengaku terharu dengan perjuangan putrinya. Dirinya pun tak berhenti untuk mendoakan yang terbaik bagi Qonitah.
Rumini menjelaskan, putrinya tersebut menderita Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau kaki pengkor.
Kondisi itu membuat Qorintah tidak bisa dengan mudah melangkah maju, mundur, apalagi ke samping. Selain itu, mudah sekali kaki saling terbentur saat melangkah.
“Alhamdulilah. Tidak menyangka saja, seorang anak dari pegunungan dengan fisik seperti itu bisa ikut event dunia. Bersyukur alhamdulilah,” katanya.
(Penulis: Dani Julius Zebua | Editor: Gloria Setyvani Putri)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang