Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendag Ungkap Syarat Produk Impor Dikenakan Bea Masuk 200 Persen

Kompas.com, 6 Juli 2024, 13:24 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, kenaikan bea masuk 200 persen untuk produk-produk impor tidak serta merta diterapkan begitu saja.

Menurut Zulhas, sapaannya, ada kriteria tertentu untuk menentukan sebuah produk dikenakan bea impor 200 persen.

Baca juga: Ada Wacana Impor dari China Dikenakan Tarif 200 Persen, Luhut Turun Tangan

"Kalau barang-barang impor itu tiga tahun berturut-turut sehingga melonjak luar biasa, sehingga menghancurkan industri kita, itu boleh (dikenakan pajak 200 persen), siapa saja boleh tidak hanya di Indonesia," kata Zulhas di Yogyakarta, Sabtu (6/7/2024).

Baca juga: Barang Impor dari China Bakal Kena Bea Masuk 200 Persen, Ini Respons Kadin

"Di manapun negara bisa melakukan tindakan pengamanan. Bisa juga mengenakan bea masuk anti dumping atau bea masuk tidakan pengamanan," jelas dia.

Zulhas mengatakan, Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia (KPPI) bakal bertugas menentukan besaran bea masuk anti dumping pada produk-produk impor.

"Makanya sekarang ada KPPI lagi melihat data-data dari asosiai apakah yang tujuh macam barang pokok konsumen seperti tekstil, beuty, elektronik, keramik, itu impornya melonjak enggak tiga tahun terakhir," jelas dia.

Jika dari tujuh jenis ada lonjakan, maka bisa dikenakan bea masuk tindakan pengamanan.

Selain itu, ada juga Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)  yang bakal memonitor barang apa saja yang melonjak impornya selama tiga tahun.

"Satu lagi KADI sama kalau dilihat nanti melonjak impornya, mematikan usaha dalam negeri, bisa dikenakan bea masuk anti dumping. Besarnya berapa, mereka yang hitung, ada prosedurnya, ada tata caranya," kata dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Haryanto Pratantara merespons, soal rencana pemerintah memberlakukan pengenaan bea masuk impor sebesar 200 persen. 

Haryanto mengatakan, kebijakan tersebut tidak tepat sasaran lantaran akan membuat arus barang impor ilegal semakin masif. 

Hal ini, kata dia, akan mengganggu kinerja asosiasi ritel modern yang menyerap produk lokal dan global secara legal. 

"Solusi ini tidak tepat sasaran karena yang namanya (arus barang impor) ilegal tidak lapor, tidak kena regulasi. Jadi yang kena adalah siapa? Yang legal importir, mereka sebenarnya bayar pajak PPN, WPH, bea masuk," kata Haryanto dalam Konferensi Pers bertajuk "Impor Ilegal Berjaya, Impor Resmi Dipersulit" di Jakarta, Jumat (5/7/2024).  

"Terus kemudian juga mereka rata-rata punya toko offline, di mana retail ini kan menyerap tenaga kerja sangat besar. Jadi solusinya tidak tepat sasaran apabila itu yang dilakukan," sambungnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau