Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri "Wasiat Bustaman", Surat yang Baru Boleh Dibuka Tahun 2030 di Semarang

Kompas.com, 19 Juni 2024, 12:45 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

KOMPAS.com - Kampung Bustaman yang berada di Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), selama ini tersohor dengan julukan "bengkel kepala kurban".

Tiap Idul Adha, kampung ini ramai dikunjungi warga yang membutuhkan jasa bedah kepala hewan kurban, baik kambing atau sapi.

Warga Kampung Bustaman meyakini, keahlian dalam mengolah kepala hewan kurban diwariskan dari para sesepuh mereka sejak zaman sebelum kemerdekaan RI.

"Sejak nenek buyut saya, warga sini sudah biasa buka bengkel kepala kambing, apalagi di sini terkenal dengan kampung jagal kambing," kata Yulia (54), salah satu penyedia jasa bedah kepala hewan kurban, Senin (17/6/2024), dikutip dari TribunJateng.com.

Namun, Kampung Bustaman juga memiliki daya tarik lain, salah satunya adalah surat wasiat yang diduga dibuat oleh para sesepuh kampung sejak tahun 1938.

Baca juga: Wadon Wadas, Potret Perjuangan Perempuan Melawan Penambangan Batuan Andesit di Desa Wadas

Hingga saat ini, warga belum mengetahui isi surat tersebut, karena wasiatnya baru boleh dibaca pada tahun 2030.

Karena itu, warga menjaga surat tersebut dengan menanamnya di dalam tembok dekat Tetenger Bustaman, tiang listrik dari kayu berusia 86 tahun, di tengah permukiman warga.

Di tembok itu, warga pun menuliskan "Wasiat Bustaman Dibuka 2030".

Ketua RW 3 Kampung Bustaman, Ashar (51) mengatakan, warga setempat menduga surat wasiat itu berisi pesan terkait pelestarian lingkungan dan budaya Kampung Bustaman.

"Iya mungkin isinya disuruh menjaga budaya, kelestarian lingkungan, silaturahmi, dan toleransi yang sudah dibangun dengan baik di Kampung Bustaman," ujar Ashar, Selasa (18/6/2024).

Baca juga: Diklaim Tahan 30 Tahun, Tanggul Tambaklorok Semarang Dibuat seperti Muara Karang Jakarta

Meski baru dugaan, Ashar menambahkan, dia meyakini para sesepuh ingin meninggalkan pesan tersebut mengingat lokasi Kampung Bustaman sangat rentan untuk diubah menjadi wilayah industri.

"Sesepuh mungkin khawatir Bustaman akan hilang seperti kampung tua lainnya di Semarang yang sudah tergusur digantikan Setos, Gumaya, Sri Ratu," ucap Ashar.

Selain itu, lanjutnya, surat wasiat itu juga bisa berisi pesan kepada generasi muda agar tetap menjaga tradisi di Kampung Bustaman, seperti Gebyuran Bustaman, Tengok Bustaman, dan budaya lainnya.

"Ini budaya langka yang jarang ditemukan di wilayah perkotaan Semarang," ungkapnya.

Terkait alasan surat tersebut baru boleh dibuka pada tahun 2030, dia mengaku tidak tahu soal hal itu.

Baca juga: Presiden Jokowi Tegaskan Tidak Ada Bansos untuk Pelaku Judi Online

"Mungkin sesepuh memperkirakan pada tahun 2030 karena takut pada tahun itu kondisi kampung sudah mulai berubah, jadi mencoba mengingatkan," papar Ashar.

Sementara itu, tetua Kampung Bustaman, Slamet (69) berharap masih bisa membaca surat itu ketika waktu untuk membukanya tiba.

"Ya (surat wasiat) tersimpan rapi, nanti dibuka enam tahun mendatang, semoga kami masih bisa membacanya," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau