Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seruan untuk Pratikno dan Ari Dwipayana, Mahasiswa UGM: Kembalilah Pulang ke Demokrasi

Kompas.com - 12/02/2024, 14:14 WIB
Wijaya Kusuma,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sivitas akademika Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengelar seruan di halaman Fisipol UGM, Senin (12/2/2024).

Hadir dalam seruan ini para mahasiswa, dosen hingga alumni Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Di dalam seruan ini, sivitas akademika Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti dua orang alamaternya yang saat ini berada di pemerintahan yakni Menteri Sekrtaris Negara Pratikno dan Staf Khusus Presiden RI Ari Dwipayana.

Perwakilan mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Rubiansyah mengatakan, civitas akademika berkumpul karena situasi demokrasi yang terjadi pada saat ini bahwa ada upaya-upaya pencideraan demokrasi untuk kepentingan pribadi dan golongan oleh kekuasaan.

Baca juga: Masa Tenang Pemilu, Satpol PP Kota Yogyakarta Mulai Bersihkan APK

Kemudian, yang lebih disayangkan terdapat civitas akademika Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berada di pusaran pemerintahan.

"Oleh karena itu, kami segenap keluarga besar sivitas akademika Departemen Politik dan Pemerintahan menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang terjadi hari-hari ini dan melibatkan civitas akademika kami," ujar Rubiansyah, di halaman Fisipol UGM, Senin.

Rubiansyah menyampaikan, sebagai mahasiswa, akan terus berkomitmen untuk menjaga apa yang dicita-citakan dari demokrasi.

Setelah itu, Rubiansyah mewakili sivitas akademika Departemen Politik dan Pemerintahan UGM membacakan surat yang ditujukan kepada Pratikno dan Ari Dwipayana.

"Kepada Pak Pratikno dan Mas Ari Dwipayana guru-guru kami di Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM. Izinkan kami menulis surat ini untuk menyampaikan rasa cinta sekaligus kecewa," ucap dia.

Rubiansyah menuturkan, rasanya baru kemarin para mahasiswa mendengar ceramah dari Pratikno dan Ari Dwipayana di kelas mengenai demokrasi.

Baca juga: Update Tol Solo-Yogyakarta: Warga di Sleman Minta Kejelasan Lahan Pengganti Dua Pemakaman

Para mahasiswa diyakinkan bahwa demokrasi merupakan berkah yang harus selalu dijaga keberlangsunganya.

"Bagaimana tidak? Indonesia telah bertransformasi dari salah satu simbol otoritarianisme terbesar di dunia, menjadi salah satu negara demokratis paling dinamis di Asia," ungkap dia.

 

Tradisi tersebut ditandai beberapa hal, mulai dari penarikan angkatan bersenjata dari politik, liberalisasi sistem kepartaian, pemilu yang jurdil, kebebasan berbicara hingga kebebasan pers.

Rubiansyah menyampaikan, semua itu tidaklah mudah dilakukan di negara dengan masyarakat majemuk yang saat ini sedang berjuang untuk pulih dari dampak krisis keuangan.

Namun, sayangnya, lebih dari 20 tahun sejak datangnya berkah tersebut, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran.

"Melihat situasi perpolitikan Indonesia saat ini, rasanya kami semakin resah, sama seperti Mas Ari yang khawatir dengan harga tinggi demokrasi atau seperti Pak Tik yang resah dengan otoritarianisme Orde Baru seperti yang disampaikan dalam beberapa tulisan di masa lalu," ungkap dia.

Keresahan ini sudah muncul sejak 2019. Saat itu sudah turun ke jalan untuk memprotes banyak hal yang dirasa mengancam demokrasi, mulai dari revisi UU KPK, terbitnya Ciptakerja, revisi UU ITE dan lainya.

"Justru hari ini di tengah perhelatan Pemilu 2024 kita menyaksikan demokrasi sedang menuju kematianya," ucap dia.

Kekuasaan telah merusak pagar yang menjaga agar demokrasi tetap hidup dan terus dirayakan. Jika akhirnya demokrasi ini mati, lanjut Rubiansyah, maka sejarah akan mengingat siapa saja pembunuhnya.

Karenanya, seluruh pihak harus menyadarkan kekuasaan atas perbuatanya.

"Tolong bantu kami mengingat, bukankah peran Pak Tik dan Mas Ari ambil dalam pusaran kekuasaan adalah bentuk upaya menjawab tantangan tersebut?" ungkapnya.

Pemikir yang sering dikutip oleh Ari Dwipayana yakni Antonio Gramsci membedakan kaum intelektual menjadi dua jenis, intelektual tradisional dan intelektual organik. Intelektual tradisional adalah kelompok intelektual yang membantu melegitimasi kekuasaan kelas penguasa.

Para intelektual tradisional ini menjadi alat para penguasa dalam mengokohkan konsolidasi mereka atas kekuasaan dan dalam konteks saat ini intelektual hanya menjadi instrumen penjustifikasi bagi penguasa dalam melegitimasi lebijakan yang cenderung mendorong mundurnya demokrasi.

Sedangkan intelektual organik didefinisikan sebagai intelektual kritis pada kekuasaan, berpikir bebas dan berlandaskan nilai kemanusiaan.

Baca juga: Sampah Alat Peraga Kampanye di Yogyakarta Diperkirakan Capai 160 Ton

Pramoedya Ananta Toer berkata seorang terpelajar harus berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.

"Sebagai pembelajar ilmu politik sekaligus murid-murid Pak Tik dan Mas Ari, kami menyadari bahwa segala permasalahan terkait dengan kemrosotan demokrasi adalah permasalahan sistemik yang disebabkan oleh banyak aktor. Ini bukan kesalahan Pak Tik dan Mas Ari semata," ucapnya.

"Namun, biar bagimana pun kami menyadari, dua guru kami telah menjadi bagian dari persoalan bangsa. Untuk itu izinkan kami mewakili Pak Tik dan Mas Ari menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas hal itu," ujar dia.

Rubiansyah mengungkapkan, Pratikno dan Ari Dwipayana adalah guru, rekan sahabat, kerabat dan bapak.

Sivitas akademika Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerukan agar Pratikno dan Ari Dwipayana kembali pulang.

 

"Hari ini kami berseru bersama, kembalilah pulang. Kembalilah membersamai yang tertinggal yang tertindas, yang tersingkirkan. Kembalilah ke demokrasi dan kembalilah mengajarkanya kepada kami dengan kata dan perbuatan," kata dia.

Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim mengatakan, pada intinya yang dilakukan oleh para mahasiswa adalah bentuk dari kepedulian politik dan itu bagian dari hak berdemokrasi masyarakat.

"Saya kira kampus sebagai bagian dari civil society memang punya kewajiban moral untuk menjadi penyeimbang kekuasaan. Menjadi kontrol terhadap kekuasaan dan yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa tadi adalah bagian dari bentuk kontrol itu," ucap dia.

Baca juga: Sampaikan Sikap, UPN Veteran Yogyakarta Serukan Pemilu Tanpa Intervensi dan Provokasi

Namun, para mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan sesuatu yang khas dan khusus yang tidak umum yaitu kerinduan.

"Mereka juga menyampaikan sesuatu yang khas yang khusus, yang tidak bersifat umum yaitu kerinduan mereka agar kedua dosen mereka bisa kembali ke demokrasi. Yang saya tangkap ya tentu saja kembali menjadi akademisi, kembali menjadi bagian dari kontrol terhadap politik dan kekuasaan," ujar dia.

Abdul Gaffar mengungkapkan mendukung kegiatan para mahasiswa. Selain itu, juga memfasilitasi para mahasiswa.

"Kami men-support acara tadi, membantu dengan fasilitasi dan segala macam. Karena bagi kami, ini adalah bagian peran demokrasi yang sudah seharusnya dilakukan oleh civil society," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Bupati dan Eks Sekda Sleman Berebut Tiket Pilkada dari PDI-P

Wakil Bupati dan Eks Sekda Sleman Berebut Tiket Pilkada dari PDI-P

Yogyakarta
5 Nama Daftar Bakal Calon Wali Kota Yogyakarta Melalui PDI-P, Siapa Saja?

5 Nama Daftar Bakal Calon Wali Kota Yogyakarta Melalui PDI-P, Siapa Saja?

Yogyakarta
Pelaku Penembak Anak SD di Sleman dengan Senapan Angin Ditangkap, Alasannya Emosi

Pelaku Penembak Anak SD di Sleman dengan Senapan Angin Ditangkap, Alasannya Emosi

Yogyakarta
Lagi, Lahan Bekas Tambang di Gunungkidul Jadi Lokasi Pembuangan Sampah Ilegal

Lagi, Lahan Bekas Tambang di Gunungkidul Jadi Lokasi Pembuangan Sampah Ilegal

Yogyakarta
Desentralisasi Sampah di DIY, TPST 3R Kota Yogyakarta Dinilai Belum Siap

Desentralisasi Sampah di DIY, TPST 3R Kota Yogyakarta Dinilai Belum Siap

Yogyakarta
Pelaku Pelecehan Payudara di Gunungkidul Ditangkap, Motifnya Dendam kepada Perempuan

Pelaku Pelecehan Payudara di Gunungkidul Ditangkap, Motifnya Dendam kepada Perempuan

Yogyakarta
ASN Tersangka Kasus Pelecehan Seksual di Gunungkidul Diberhentikan Sementara

ASN Tersangka Kasus Pelecehan Seksual di Gunungkidul Diberhentikan Sementara

Yogyakarta
Kementerian Baru Dikhawatirkan untuk Bagi-bagi Jabatan, Ini Kata Mahfud MD

Kementerian Baru Dikhawatirkan untuk Bagi-bagi Jabatan, Ini Kata Mahfud MD

Yogyakarta
Prabowo Menang, Warga Sleman Yogyakarta Jalan Kaki ke Monas untuk Sujud Syukur

Prabowo Menang, Warga Sleman Yogyakarta Jalan Kaki ke Monas untuk Sujud Syukur

Yogyakarta
Bocah di Sleman Tertembak Senapan Angin, Polisi Kejar Pelaku

Bocah di Sleman Tertembak Senapan Angin, Polisi Kejar Pelaku

Yogyakarta
Mahasiswa PTS di Sleman Tewas Usai Latihan Bela Diri, Polisi Sebut Kena Tendangan Sabit

Mahasiswa PTS di Sleman Tewas Usai Latihan Bela Diri, Polisi Sebut Kena Tendangan Sabit

Yogyakarta
Detik-detik Damkar Klaten Evakuasi Anak Sapi Seberat 100 Kg dari Sumur 7 Meter

Detik-detik Damkar Klaten Evakuasi Anak Sapi Seberat 100 Kg dari Sumur 7 Meter

Yogyakarta
Jelang Idul Adha 2024, Peternak Sapi di Sragen Rugi Rp 50 Juta akibat PMK

Jelang Idul Adha 2024, Peternak Sapi di Sragen Rugi Rp 50 Juta akibat PMK

Yogyakarta
Pemda DIY Usulkan 2.944 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Formasi Apa Saja?

Pemda DIY Usulkan 2.944 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Formasi Apa Saja?

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Rabu 8 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Cerah

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Rabu 8 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Cerah

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com