KULON PROGO, KOMPAS.com – Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kadis Dinsos PPPA) Kulon Progo, Yohanes Irianta mengomentari putusan pengadilan terhadap perkara kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkungan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Ash-siddiqiyah, atau sebuah panti asuhan di Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengadilan Negeri Wates menjatuhkan putusan 17 tahun penjara pada Muhammad Tulus (MT), pemimpin panti asuhan di Kokap ini, lantaran terbukti melakukan tindak pidana pencabulan secara berlanjut dan persetubuhan.
Sidang putusan berlangsung pada Senin (3/4/2023) sekitar pukul 11.30 WIB. Kadis Irianta berpendapat, seharusnya pengadilan menjatuhkan vonis seumur hidup bagi terdakwa.
Baca juga: Terbukti Cabuli Anak Asuh, Pemimpin Panti Asuhan di Kulon Progo Dihukum 17 Tahun Penjara
“Terkait hukuman seharusnya lebih berat dari 17 tahun hukuman dan denda Rp 100 juta, lebih tepat hukuman seumur hidup,” kata Irianta, Selasa (4/4/2023).
Pencabulan dan persetubuhan ini terjadi dalam lingkungan panti. Dinas Sosial PPPA bekerja sama dengan Kepolisian Resor Kulon Progo dan Kejaksaan Negeri KP membangun bekerja sama mendorong penyelesaian ini sebagai respons pelaporan sampai persidangan.
Dalam perkara tersebut, empat penghuni panti jadi korban MT. Dua dari empat korban itu bahkan mengalami depresi dan harus rehabilitasi. Hal ini bisa berlaku sepanjang hayat.
Karenanya, hukuman bagi MT dinilai seharusnya sepadan dengan perbuatannya.
“Karena sudah merenggut hak-hak anak yang harus diderita seumur hidup. Ada 2 korban yang harus direhabilitasi, (yang mana) salah satunya tiga kali masuk rumah sakit jiwa di Magelang,” kata Irianta.
Kadis Irianta mengungkapkan, pihaknya tidak main-main dalam mengawal kasus ini. Saat ini terdakwa belum melakukan langkah keberatan atau banding.
Baca juga: Gubernur Sumsel Rekomendasikan Pencabutan Izin Panti Asuhan Penganiaya Anak
Namun begitu, Dinsos PPPA telah siap menghadapi apapun langkah terdakwa. “Kalau banding, maka kami sudah siap,” kata Irianta.
Sidang awal berlangsung sejak Januari 2023 sampai 3 April 2023. Sepanjang sidang, JPU telah menghadirkan 12 saksi dan satu saksi ahli. Sementara terdakwa mengajukan 15 saksi dan satu saksi ahli.
Dalam amar putusan pengadilan disebutkan, MT terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana melakukan ancaman kekerasan, membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul terus menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan yang dilakukan beberapa kali, dan dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan oleh pendidik.
Pengadilan menjatuhkan pidana 17 tahun dan denda sebesar Rp 100.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa 20 tahun penjara, denda Rp 50 juta dan subside tiga bulan. Walau begitu penuntut umum masih pikir-pikir atas putusan tersebut.
Sementara itu, juru Bicara Pengadilan Negeri Wates, Setyorini Wulandari mengungkapkan, terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim memberi keringanan.
Baca juga: Membongkar Kasus Kekerasan Anak di Panti Asuhan Fisibillilah Al-Amin Palembang