Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Alasan Kapolda Jateng Copot 7 Pelaku Kasus Suap Penerimaan Bintara Polri, Salah Satunya Berdampak Besar Bagi Masyarakat

Kompas.com, 20 Maret 2023, 20:52 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

KOMPAS.com - Kapolda Jawa Tengah (Jateng), Irjen Ahmad Luthfi mencopot 5 anggota polisi dan 2 ASN secara tidak hormat (PTDH) dalam kasus suap Bintara Polri 2022.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Iqbal Alqudusy mengatakan, ada empat aspek yang dijadikan alasan oleh kapolda dalam memutuskan hal tersebut.

Keempat aspek itulah yang kemudian disepakati untuk memecat tujuh personel polisi yang terlibat dalam kasus tersebut.

"Iya ada empat aspek," kata Iqbal, dikutip dari TribunJateng.com, Senin (20/3/2023).

Keempat aspek tersebut, Iqbal mengatakan, pertama, aspek yuridis yaitu perbuatan tujuh anggota itu termasuk pelanggaran berat.

Baca juga: Pecat 5 Polisi yang Jadi Calo Bintara Polri, Polda Jateng: Masalah Ini Ditangani Profesional

Kedua, dia menambahkan, aspek sosial yakni dampak kasus tersebut cukup besar bagi masyarakat.

Aspek ketiga, Iqbal melanjutkan, psikologis yang berdampak bagi internal yaitu menembak di atas pelana kuda.

"Terakhir, aspek organisasi," ungkapnya.

Trik pelaku dalam kasus suap penerimaan Bintara Polri

Iqbal pun membeberkan trik yang digunakan para pelaku dalam kasus suap penerimaan anggota Bintara Polri tahun 2022.

Dia menjelaskan, ketujuh anggota polri tersebut melakukan modus kegiatan menembak di atas kuda.

Baca juga: 4 Alasan yang Membuat Kapolda Jateng Copot 5 Polisi dan 2 ASN Terlibat Calo Bintara

Mereka mengincar korban secara acak dari database telepon para orangtua calon siswa Bintara Polri.

"Mereka sudah tahu nomor orang tua bersangkutan. Orang tua ditelepon oleh mereka (dikatakan) anak mereka lulus, 'Bapak mau kasih berapa?'," ujar Iqbal.

"Mereka hanya mengira-ngira. Padahal itu tidak mempengaruhi hasil pengumuman dari proses seleksi," sambungnya.

Menurut Iqbal, para pelaku berhasil mengumpulkan uang dari para korban sebanyak Rp 9 miliar. Setiap korban menyetor uang dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 300 juta.

Baca juga: Modus 5 Polisi yang Jadi Calo Penerimaan Bintara Polri Dibongkar, Telepon Orangtua Korban Minta Jatah

"Yang ditelpon puluhan, tidak berpengaruh terhadap proses hasil kelulusan, yang lulus itu yang belajar dan berlatih, hasil usaha sendiri," ucap Iqbal.

Dia menegaskan, pihaknya kini melalui Propam akan lebih ketat melalukan pengawasan.

"Tentu pengawasan akan ditingkatkan untuk mencegah anggota menembak di atas kuda (dalam rekrutmen polri)," pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul "7 Anggota Dipecat karena Kasus Suap Bintara Polri, Ini 4 Alasan Kapolda Jateng Lakukan PK"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau