KOMPAS.com - Grebeg Besar adalah tradisi yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah atau bulan Besar dalam Bahasa Jawa, untuk memperingati Hari Raya Idul Adha.
Grebeg Besar yang dihelat oleh Keraton Yogyakarta identik dengan adanya gunungan yang akan diarak oleh ratusan prajurit, sehingga dikenal pula dengan nama Grebeg Gunungan.
Baca juga: Plengkung Wijilan, Gerbang di Kawasan Keraton Yogyakarta yang Identik dengan Kuliner Gudeg
Gunungan memang menjadi ciri khas tradisi Grebeg Besar, yang nantinya akan disebar Keraton Yogyakarya ke 3 lokasi yang berbeda.
Baca juga: Grebeg Besar Demak, Tradisi Jelang Idul Adha di Masjid Agung Demak
Salah satu lokasinya yaitu di depan Masjid Gedhe Kauman di mana nantinya setelah selesai didoakan oleh takmir masjid biasanya gunungan akan ludes diperebutkan warga dan wisatawan hanya dalam hitungan menit.
Baca juga: Mepe Kasur, Tradisi Suku Osing Kemiren Banyuwangi Jelang Idul Adha
Sebagian warga percaya bahwa bagian gunungan yang diperebutkan merupakan sarana penolak bala, bisa memberi keberkahan dan kesehatan, bahkan bisa menyuburkan tanaman pertanian.
Menilik sejarahnya, Tradisi Grebeg Besar pertama kali digelar oleh di Keraton Yogyakarta pada masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono I di tahun 1725 Masehi.
Sebutan Garebeg atau yang umumnya disebut 'Grebeg' berasal dari kata 'gumrebeg', yang mengacu kepada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan masyarakat pada saat berlangsungnya tradisi ini.
Tradisi Grebeg Besar yang digelar untuk memperingati Hari Raya Idul Adha ini menjadi simbol perpaduan budaya Jawa dan ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Yogyakarta.
Berbeda dengan Hari Raya Idul Adha yang dilaksanakan secara nasional di lingkungan Keraton Yogyakarta, penentuan Hari Raya Idul Adha di lingkungan Keraton Yogyakarta ini merujuk pada penanggalan buatan Sultan Agung.
Grebeg Besar menjadi salah satu cara melestarikan tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun.
Adapun gunungan berisi berbagai macam hasil bumi seperti roti gandum, kacang panjang, cabai, bawang, dan lain-lain yang disusun menyerupai gunung membentuk kerucut menjadi bentuk ucapan syukur atas berkah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui hasil bumi yang melimpah.
Adapun selain Selain Grebeg Besar, Keraton Yogyakarta juga menggelar tradisi Grebeg Syawal dan Grebeg Mulud, pada Hari Raya Idul Fitri dan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahunnya.
Pada tradisi Grebeg Besar Keraton Yogyakarta akan ada tujuh gunungan hasil bumi yang akan diarak oleh para prajurit.
Ketujuh gunungan tersebut terdiri dari satu Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Darat, dan Pawohan dan dua Gunungan Kakung.
Lima gunungan akan diarak menuju Masjid Gedhe Kauman, sementara dua Gunungan Kakung akan diarak menuju Kantor Kepatihan dan Pura Pakualaman.