Kebijakan itu mendapat penentangan dari pedagang lokal, yang menilai akan merugikan mereka.
Meski berdiri sejak 1905, SDI baru benar-benar resmi secara administratif saat membuka dua cabang di Batavia dan Buitenzorg atau Bogor.
Pendirian dua cabang itu terjadi pada tanggal 5 April 1909. Sehingga dalam beberapa catatan SDI disebut berdiri tahun 1909.
Di bawah komando KH Samanhudi, SDI berhasil berkembang pesat dengan dibukanya cabang di beberapa kota.
Memasuki tahun 1912, SDI berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) dan mulai diketuai oleh HOS Cokroaminoto.
Perubahan nama sendiri dilakukan sebagai upaya Samanhudi dan Cokroaminoto untuk melebarkan sayap perjuangan.
Dalam lingkup SI, organisasi ini tidak hanya bergerak di bidang perdagangan namun juga sosial, ekonomi, hingga politik.
Selain itu, keanggotan dalam SI lebih luas dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan saat SDI, anggota terbatas pada pedagang.
Baca juga: Biografi Nyai Ahmad Dahlan, Pahlawan Nasional Perempuan Asal Yogyakarta Perintis Aisyiyah
KH Samanhudi mulai mengalami gangguan kesehatan pada tahun 1920, dan membuatnya tidak aktif lagi di SI.
Namun demikian, Samanhudi masih menyumbangkan pemikiran-pemikirannya terhadap pergerakan nasional.
KH Samanhudi juga sempat menyaksikan kemerdekaan bangsanya pada 17 Agustus 1945.
Samanhudi meninggal dunia pada tanggal 28 Desember 1956 di Klaten, Yogyakarta.
Jenazahnya dimakamkan di Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Barat.
Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah Republik Indonesia menetapkan KH Samanhudi sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 1961.
Nama Samanhudi kini diabadikan sebagai nama museum, yaitu Museum Haji Samanhudi di Kampung Batik Laweyan, Surakarta.
Sumber:
Kompas.com
Tribunnewswiki.com