Pada tahun 1901, Suryopranoto mendirikan Mardi Kaskaya, sebuah perkumpulan dengan fungsi sebagai koperasi simpan pinjam.
Namun aktivitas Suryopranoto dan Mardi Kaskaya ini oleh Belanda dinilai menimbulkan kekacauan di masyarakat.
Akibatya, Suryopranoto dikirim ke MLS di Bogor untuk belajar atau sekolah lagi.
Memasuki tahun 1908, Surjopranoto bergabung dengan Budi Utomo dan ditunjuk menjadi Sekretaris pengurus Besar yang berkedudukan di Yogyakarta.
Pada tahun 1914, Suryopranoto harus berurusan dengan pemerintah kolonial Belanda.
Masalah itu dimulai ketika Suryopranoto protes karena banyak pegawai pribumi yang dipecat karena bergabung dengan Sarekat Islam.
Atas protes itu, Suryopranoto diseret ke pengadilan. Di hadapan hakim, dia merobek ijazah dan menyatakan keluar dari pekerjaannya.
Pada tahun 1915, Suryopranoto mendirikan organisasi Adhi Dharma yang didesain untuk menyentuh rakyat secara langsung.
Dalam Adhi Dharma ini terdapat bagian ketentaraan yang anggotanya tersebar hingga ke pelosok Jawa.
Usaha yang dijalankan dalam Adhi Dharma antara lain tabungan, koperasi pertukangan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Selain di Adhi Dharma, Suryopranoto juga menjadi anggota Sarekat Islam yang saat itu dipimpin HOS Cokroaminoto.
Suryopranoto menjadi sosok penting dan diperhitungkan setelah Cokroaminoto di tubuh SI.
Hal itu setelah dia mendirikan Personeel Fabriek Bond (PFB) pada tahun 1917, yang masih bagian dari SI.
Pada periode 1918-1919, Suryopranoto melalui PFB melancarkan aksi mogok kerja.
Aksi yang digelar secara besar-besaran itu membuat Suryopranoto mendapat julukan sebagai Si Raja Mogok.