Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik Pekalongan, Wujud Akulturasi Budaya dalam Motif dan Warna

Kompas.com, 17 Januari 2022, 19:22 WIB
Dini Daniswari

Penulis

KOMPAS.com - Batik Pekalongan diperkirakan sudah dikenal masyarakat Pekalongan sejak 1800. Tidak ada catatan resmi mengenai sejarah batik Pekalongan.

Dalam data Deperindag, motif batik dibuat pada 1802, seperti motif pohon kecil untuk bahan pakaian.

Dalam perkembangannya diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram, yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa.

Dengan peperangan ini mendesak keluarga keraton serta para pengikutnya yang banyak meninggalkan daerah kerajaan.

Kemudian, mereka tersebar ke arah timur dan barat, di daerah baru itu para keluarga dan pengikut mengembangkan batik.

Ke timur, batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura.

Sedangkan ke arah barat, batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon, dan Pekalongan.

Baca juga: Ini Bedanya Batik Betawi, Batik Pekalongan, dan Batik Solo

Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring perkembangan waktu, batik Pekalongan berkembang pesat dibandingkan daerah lain. Di daerah ini, batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan, serta Wonopringgo.

Motif dan Warna Batik Pekalongan

Motif batik Pekalongan dipengaruhi oleh berbagai bangsa di masa lampau.

Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa, seperti China, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik.

Sehubungan dengan itu, beberapa warna jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal identitas batik Pekalongan.

Berikut beberapa batik Pekalongan:

1. Batik Jlamprang

Motif batik Jlamprang berbentuk semacam nitik dari Yogyakarta yang disebut juga motif batik geometrik, biasanya berupa lingkaran atau segitiga.

Motif batik Jlamprang Pekalongan mendapat inspirasi motif batik yang berasal dari pedangan Gujarat, India.

Baca juga: Festival Batik Pekalongan Angkat Tema Budaya Nusantara

Motif berasal dari kain tenun yang berbahan sutra khas Gujarat yang dibuat dengan teknik ikat dobel atau patola.

Kemudian, masyarakat Pekalongan mengadopsi ke dalam motif batik yang serupa dengan motif tenun itu.

Jadilah, motif Jlamprang berupa ceplok yang terdiri dari bentuk bujur sangkar dan persegi panjang yang disusun menyerupai anyaman pada kain tenun patola.

Batik Jlambrang tampil dengan warna-warna khas Pekalongan yang cerah.

2. Batik Encim

Batik Encim dipengaruhi oleh peranakan Cina. Batik Enchin diproduksi secara turun-temurun.

Istilah batik "Encim" muncul dari kebiasaan wanita keturunan Cina di daerah pesisir, seperti Pekalongan, yang sudah bersuami banyak mengenakan kain panjang/sarong batik dengan motif khas Cina.

Ragam hias dan tata warna yang muncul berselerakan atau berlatar belakang kebudayaan masyarakat Cina, seperti ragam hias buketan dengan tata warna porselin Cina, ragam hias burung hong, naga, banji, maupun Sam Pek Eng Tay.

Baca juga: Belajar Membatik? Yuk, Kunjungi Museum Batik Pekalongan

Beberapa ragam hias lain mendapat pengaruh dari Solo dan Yogyakarta, seperti Cempaka Mulya.

Dalam perwarnaan, batik Encim menggunakan warna-warna yang cenderung merupakan warna-warna family rose. Selain itu, batik juga menggunakan warna khas etnis Cina, seperti merah, biru, maupun kuning.

3. Batik Pagi Sore Pekalongan

Batik Pagi Sore Pekalongan merupakan hasil kerajinan yang banyak mendapat pengaruh dari luar. Hal ini terjadi karena, kondisi geografis Pekalongan yang merupakan daerah pelabuhan untuk masuknya bangsa lain ke Jawa, termasuk kedatangan Belanda, Cina, dan Jepang.

Pada, akhirnya kedatangan bangsa-bangsa tersebut terliat dalam kesenian, terutama batik.

Pada awalnya, akulturasi budaya asing paling menonjol dalam mempengaruhi bentuk pola hias batik Pagi Sore Pekalongan.

Sejalan dengan waktu, batik Pagi Sore mendapatkan pengaruh dari budaya lokal, bentuk pola hias yang berasal dari keraton Yogyakarta dan Solo mulai digunakan sebagai latar belakang pada kain batik Pagi Sore Pekalongan.

Pengaruh kepercayaan keagamaan pada batik Pagi Sore terlihat dari bunga lotus yang dipercaya umat Buddha sebagai tempat duduk dan berdiri para dewa dan dewi mereka.

Selain itu, unsur kepercayaan motif batik Pagi Sore lebih mengarah pada kepercayaan masyarakat Cina terhadap simbol-simbol.

Baca juga: Ini Harapan Wali Kota Pekalongan untuk Batik Pekalongan

Batik Pagi Sore dikenali dengan dua motif berbeda pada selembar kain yang dipisahkan dengan sebuah garis. Garis ini bentuknya ada yang miring dan ada yang lurus.

Garis membagi kain menjadi dua bagian yang sama besar.

Biasanya, kain batik Pagi Sore warnanya kontras.

4. Batik Hokokai

Batik Hokokai dikenal juga sebagai batik Jawa Hokokai yang tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang di Pekalongan.

Motif batik Hokokai berupa lerengan, kembang, dan kupu yang merupakan cerminan alam dari negeri Jepang.

Batik Hokokai memiliki penerapan warna yang lebih variatif dan obyek motif yang lebih kecil.

Sehingga jika dibandingkan dengan batik Yogyakarta dan Solo, motif batik Hohokai terlihat lebih rumit.

Baca juga: Ketika Anak Muda Penyandang Disabilitas Berkarya Lewat Batik Pekalongan

Wujud visul batik Hokokai terlihat perpaduan yang harmonis dari bentuk-bentuk geometris, yang disusun sedemikian rupa dengan penataan dua pola yang berbeda dalam selembar kain.

Pola latar batik Hokokai adalah pola ceplok, parang, dan lung-lungan. Pola-pola tersebut berasal dari pedalaman keraton.

Sedangkan, karakter pewarnaannya sangat cerah, sebagai salah satu ciri khasnya.

Sumber:
bobo.grid.id/re
https://dgi.or.id/in
digilib.uns.ac.id
jurnal.isi-ska.ac.id
jurnal.unimed.ac.id

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau