Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Senjata Tradisional Khas Jawa: Keris, Celurit, hingga Congkrang

Kompas.com, 15 Januari 2022, 16:46 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Pakaian-pakaian tradisional di masa lampau selalu dilengkapi dengan persenjataan tradisional. Biasanya, senjata ini dibawa oleh kaum pria.

Senjata-senjata itu ada yang diselipkan di bagian belakang, ada pula yang diselipkan di bagian depan.

Tak hanya sebagai persenjataan, senjata-senjata tradisional itu juga menjadi perlambang sifat ksatria bagi pembawanya.

Berikut ini 6 senjata tradisional khas Jawa yang masih bisa ditemukan hingga saat ini:

Baca juga: Kegunaan dan Ciri Khas Kujang, Senjata Tradisional Jawa Barat yang Disebut Peninggalan Prabu Siliwangi

1. Keris

Berbicara tentang senjata tradisional Jawa, maka keris merupakan salah satu yang terpenting dari persenjataan yang lain.

Kini keris merupakan senjata tradisional milik Indonesia yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi.

Keris termasuk senjata tikam golongan belati. Ujungnya runcing dan bagian sisinya berluk atau berkelok.

Nama keris sendiri dipercaya berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu “kris” yang artinya menghunus.

Keris dibuat dari bahan dasar besi, baja, serta bahan pamor. Adapun bahan pamor berasal dari empat jenis bahan, yaitu batu meteorit, nikel, senyawa besi atau pamor Luwu, dan senyawa besi lain.

Di masa lalu keris memiliki fungsi sebagai senjata pusaka. Sementara saat ini, keris lebih berfungsi sebagai pelengkap pakaian, atau pertunjukan seni.

Baca juga: Asal Usul Keris, Makna, dan Alasan Bentuknya Melengkung

2. Tombak

Mata Tombak Kiai Upas, senjata pusaka Kabupaten Tulungagung, Jawa TimurDavid Yohannes/Tribunnews.com Mata Tombak Kiai Upas, senjata pusaka Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur
Senjata tradisional khas Jawa berikutnya adalah tombak. Senjata ini berbentuk seperti lembing namun ujungnya tajam.

Sebenarnya tombak merupakan senjata kuno yang bisa ditemukan di seluruh peradaban dunia.

Penggunaan utamanya adalah untuk berburu. Namun pada perkembangannya, tombak terbagi jadi dua, yaitu yang dilempar dan tidak dilempar.

Masyarakat Jawa umumnya juga menggunakan fungsi tombak seperti dijelaskan di atas.

Selain fungsi tersebut, tombak juga dijadikan senjata pusaka, alat berperang, hingga kelengkapan upacara adat.

Mata tombak umumnya memiliki ukurang sekitar 12 sampai 60 sentimeter, dengan lebar 2,5 hingga 15 sentimeter.

Mata tombak ini akan ditancapkan tongkat yang menjadi gagangnya, yang ukuran panjangnya antara 60 sentimeter hingga 4 meter.

Baca juga: Senjata Tradisional Kandik Bali

3. Celurit

Senjata berikutnya bernama celurit. Senjata ini merupakan senjata tradisional Jawa Timur, terutama Pulau Madura.

Celurit berbentuk pendek dan melengkung, dengan ujungnya yang dibuat sangat tajam.

Celurit termasuk senjata tikam, dan biasa digunakan untuk duel jarak dekat.

Celurit yang digunakan Suku Madura biasanya dibumbuhi ritual adat untuk memberikan kekuatan magis pada clurit tersebut.

4. Kujang

Kujang, senjata tradisional Jawa BaratUjang Ubed/Shutterstock.com Kujang, senjata tradisional Jawa Barat
Senjata tradisional kujang ini berasal dari wilayah Jawa Barat, dan merupakan senjata tradisional suku Sunda.

Kujang berasal dari dua kata dalam bahasa Sunda kuno, yaitu “kudi” yang artinya senjata berekuatan gaib, dan kedua “hyang” yang artinya dewa.

Secara harfiah, kujang dapat diartikan sebagai senjata yang berkekuatan gaib dan berasal dari dewa.

Senjata kujang setidaknya memiliki empat bagian, yaitu pepatuk (bagian ujung yang lancip), silih (bilah yang melengkung), tadah (bagian menonjol pada sisi), dan mata (lubang pada kujang).

Bagi masyarakat Sunda, kujang memiliki nilai sakral sebagai simbol status, penghormatan, hingga ajimat atau pusaka.

Baca juga: Senjata Tradisional NTB

5. Golok Betok

[Tangkapan Layar] senjata tradisional DKI Jakarta, GolokYoutube/ ID INFO [Tangkapan Layar] senjata tradisional DKI Jakarta, Golok
Senjata tradisional berikutnya adalah golok betok. Senjata ini khas digunakan oleh masyarakat Betawi.

Golok betok dianggap sebagai fase awal kemunculan senjata tradisional di wilayah Nusantara.

Konon, konsep golok betok sudah ada sebelum terciptanya kujang. Namun sebagai senjata jadi, kujang lebih dulu dibandingkan golok betok.

Golok betok umumnya digunakan oleh para jawara Betawi. Namun di era modern, penggunaan golok betok ini semakin berkurang.

Salah satu golok betok tertua yang masih ada hingga kini adalah yang dibawa oleh Aziz Munandar, seorang ahli pengobatan sekaligus kolektor benda berharga.

Golok betok milik Aziz Munandar itu diyakini telah berusia sekitar 800 tahun dan masih terawat hingga kini.

Baca juga: Tombak dan Peda, Senjata Tradisional Sulawesi Utara

6. Congkrang

Congkrang merupakan senjata tradisional dari Banten. Senjata ini dikenal juga dengan sebutan arit.

Congkrang berbentuk seperti celurit, karena memiliki lengkungan. Namun lengkungannya hanya pada bagian mata, sedangkan pada bagian bilah cenderung lurus.

Congkrang terbuat dari besi yang ditempa menjadi melengkung bagian matanya. Bentuknya pipih dan tajam, dengan gagang dari kayu.

Congkrang biasanya digunakan untuk kegiatan sehari-hari para petani Banten seperti memotong rumput dan tumbuhan lain.

Sumber:
Kompas.com

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau