Ia tiba di di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta pada 25 April 2010 dengan menumpang Air Asia dari Kuala Lumpur. Saat itu, Jane mengatakan jika kopernya kosong tapi tampak berat.
Ketika melewati pemindai, petugas mulia curuga. Teryata di dalam koper tersebut, mereka menemukan heroin sebesar 2,6 kilogram yang terbungkus alumunium foil.
Heroin yang disimpan di lapisan koper tersebut diperkirakan bernilai 500 ribu dollar AS.
Baca juga: Ini Kondisi Terkini Mary Jane Terpidana Mati Asal Filipina
Agus Salim, pengacara Mary Jane mengatakan Mary Jane tak bisa membela diri dengan baik.
Mary Jane tidak diberi pengacara atau penerjemah ketika polisi menginterogasinya dalam bahasa Indonesia. Padahal, Mary Jane hanya berbicara bahasa Tagalog.
Tak hanya itu. Selama persidangannya, pengadilan menyediakan penerjemah yang tidak berlisensi. Pengacaranya saat itu adalah pembela umum yang disediakan oleh polisi.
Hakim pun menjatuhkan vonis mati kepada Mary Jane. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni vonis seumur hidup.
Baca juga: Nyanyikan Indonesia Raya, Mata Terpidana Mati Mary Jane Berkaca-kaca
Saat itu Indonesia memiliki moratorium eksekusi dan permintaan grasi sehingga permintaan itu tidak ditindaklanjuti
Pada Oktober 2014, Presiden Joko Widodo dilantik. Tak lama setelah itu, ia mengumumkan bahwa situasi narkoba di Indonesia adalah dalam keadaan darurat.
Sebanyak 50 orang Indonesia meninggal setiap hari akibat narkoba.
Ia juga mengatakan akan menolak semua permintaan grasi dari narapidana narkoba di penjara.
Termasuk menolak grasi Mary Jane yang diajukan pada Januari 2015.
Baca juga: Mary Jane Akan Dieksekusi Mati jika Persidangan Kasus Perdagangan Orang di Filipina Selesai
Kunjungan tersebut dilakukan, setelah Presiden Aquino menyinggung kasus Mary Jane saat bertemu Jokowi yang melakukan kunjungan kenegaraan di Filipina pada 9 Januari 2015.