KOMPAS.com - Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana mati kasus narkoba warga negara Filipina sudah 11 tahun menunggu vonis mati.
Selama menunggu hukuman mati, ia tinggal di Lapas Perempuan Klas II A Yogyakarta yang ada di Wirogunan Yogyakarta.
Rabu (10/3/2021), Mary Jane dan 87 warga binaan pindah ke Lapas Klas II B Yogyakarta di Wonsari, Gunungkidul, DI Yogyakarya.
Pemindahan warga binaan ini menjadi tanda beroperasinya lapas khusus Perempuan Kelas II B Yogyakarta.
Baca juga: Mary Jane Habiskan Hari di Penjara Sambil Membatik, Dijual Jutaan Rupiah
Menurut Kepala Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Ade Agustina, setiap hari Mary Jane banyak menghabiskan waktu membatik tulis kain.
Sudah tak terhitung jumlah kain batik yang dibuat ibu dua anak tersebut. Walaupun dijual Rp 600.000 per lembar, batik buatan Mery laku hingga jutaan rupiah.
Pemesan batik buatan Mary Jane berasal dari kalangan warga biasa hingga anggota kedutaan.
Uang hasil penjualan batik tak diberikan tunai kepada Mary Jane. Namun dalam bentuk e-money yang kemudian dikirim ke keluarganya di Filipina.
Baca juga: Terpidana Mati Mary Jane Dipindah ke Lapas Perempuan yang Baru di Gunungkidul
Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Disebutkan, Mary Jane tak menyelesaikan sekolahnya.
Mary Jane kemudian menikah dan memiliki dua orang anak. Sayangnya pernikahannya tak berlangsung lama. Ia bercerai dengan suaminya.
Marie Jane kemudian bekerja di Dubai sebagai pekerja domestik. Ia kemudian pulang sebelum kontrak kerjanya selama dua tahun usai karena ia nyaris diperkosa.
Baca juga: Duta Besar Filipina Kunjungi Terpidana Mati Narkotika Mary Jane
Pada tahun 2010, Mary Jane ditawari pekerjaan di Kuala Lumpur oleh rekannya yang bernama Christine atau Kristina.
Ia pun pergi ke Kuala Lumpur dan ternyata pekerjaan yang dijanjikan tak lagi tersedi.
Sebagai gantinya, Kristina meminta Jane pergi ke Yogyakarta, Indonesia. Kristina kemudian memberikan koper baru dan uang sebesar 500 dolar AS.
Baca juga: Napi di Lapas Wirogunan Peringati HUT ke-72 RI, Apa Kabar Mary Jane?
Ia tiba di di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta pada 25 April 2010 dengan menumpang Air Asia dari Kuala Lumpur. Saat itu, Jane mengatakan jika kopernya kosong tapi tampak berat.
Ketika melewati pemindai, petugas mulia curuga. Teryata di dalam koper tersebut, mereka menemukan heroin sebesar 2,6 kilogram yang terbungkus alumunium foil.
Heroin yang disimpan di lapisan koper tersebut diperkirakan bernilai 500 ribu dollar AS.
Baca juga: Ini Kondisi Terkini Mary Jane Terpidana Mati Asal Filipina
Mary Jane tidak diberi pengacara atau penerjemah ketika polisi menginterogasinya dalam bahasa Indonesia. Padahal, Mary Jane hanya berbicara bahasa Tagalog.
Tak hanya itu. Selama persidangannya, pengadilan menyediakan penerjemah yang tidak berlisensi. Pengacaranya saat itu adalah pembela umum yang disediakan oleh polisi.
Hakim pun menjatuhkan vonis mati kepada Mary Jane. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni vonis seumur hidup.
Baca juga: Nyanyikan Indonesia Raya, Mata Terpidana Mati Mary Jane Berkaca-kaca
Saat itu Indonesia memiliki moratorium eksekusi dan permintaan grasi sehingga permintaan itu tidak ditindaklanjuti
Pada Oktober 2014, Presiden Joko Widodo dilantik. Tak lama setelah itu, ia mengumumkan bahwa situasi narkoba di Indonesia adalah dalam keadaan darurat.
Sebanyak 50 orang Indonesia meninggal setiap hari akibat narkoba.
Ia juga mengatakan akan menolak semua permintaan grasi dari narapidana narkoba di penjara.
Termasuk menolak grasi Mary Jane yang diajukan pada Januari 2015.
Baca juga: Mary Jane Akan Dieksekusi Mati jika Persidangan Kasus Perdagangan Orang di Filipina Selesai
Kunjungan tersebut dilakukan, setelah Presiden Aquino menyinggung kasus Mary Jane saat bertemu Jokowi yang melakukan kunjungan kenegaraan di Filipina pada 9 Januari 2015.
Di bulan yang sama, yakni sekitar 19-21 Februari 2015, Pemerintah Filipina membantu ibu kandung Mary Jane dan kedua anaknya serta saudara perempuannya datang berkunjung ke penjara di Yogyakarta.
Baca juga: Mary Jane Akan Dieksekusi Mati jika Persidangan Kasus Perdagangan Orang di Filipina Selesai
Pengacara berpendapat, kasus Mary Jane layak ditinjau kembali lantaran ia tidak didampingi penerjemah yang mumpuni.
Pengacara menunjukkan presedan pada tahun 2007.
Saat itu Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan ulang terhadap kasus Nonthanam M Saichon, warga Thailand, yang dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada tahun 2002.
Ia dinilai terbukti menyelundupkan 600 gram heroin.
Baca juga: Hakim Filipina Akan ke Indonesia Kumpulkan Kesaksian Mary Jane
Saat itu, Nonthanam juga memiliki permasalahan penerjemah. Hukumannya bahkan diringankan menjadi penjara seumur hidup.
Padahal Saichon tahu kejahatan yang ia lakukan karena heroin itu disembunyikan di celana dalamnya dan ia dinyatakan positif narkoba.
Sedangkan untuk kasus Mary Jane, hasil tesnya negatif narkoba dan ia tidak tahu kopernya berisi heroin.
Namun pada 25 Maret, Mahkamah Agung Indonesia menolak permintaan peninjauan.
Baca juga: Menangis dan Bingung, Ibu Mary Jane Minta Duterte Jelaskan Ihwal Izin Eksekusi
Namun Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda eksekusi terhadap Mary Jane Rabu (29/4/2015).
Padahal Mary Jane Veloso dijadwalkan dieksekusi bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap.
Namun, pada menit-menit akhir sebelum pelaksanaan, eksekusi Mary Jane dibatalkan karena permintaan presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino.
Baca juga: Jokowi Tegaskan Duterte Persilakan Indonesia Eksekusi Mati Mary Jane
Penundaan dilakukan setelah ada perkembangan bahwa ada yang mengaku telah memperalat Mary Jane sebagai kurir narkoba.
Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, pada April 2015, memang benar "ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia."
Alasannya, Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Marry Jane, yaitu Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4/2015).
Baca juga: Jaksa Agung Minta Filipina Segera Selesaikan Proses Hukum Terkait Mary Jane
Di dalam penjara, perempuan yang kini fasih berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia tersebut mengikuti kegiatan rohani termasuk bermain organ mengiringi paduan suara.
"Sekarang dia, sudah bisa main organ mengiringi paduan suara," kata Ade ditemui usai sidak Rabu.
Selain itu, Mary Jane juga belajar memasak makanan Indonesia dan aktif berolahraga salah satunya olah raga voli.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Markus Yuwono, Teuku Muhammad Guci Syaifudin | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.