YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Polemik antara warga Tegal Lempuyangan, Bausasran, Danurejan, Kota Yogyakarta dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) terus bergulir.
Terbaru, PT KAI mengirimkan surat pengosongan rumah kepada warga pada Rabu (21/5/2025), namun surat tersebut ditolak.
“Pihak KAI membawa 16 pucuk surat. 14 untuk warga dan 2 masing-masing satu untuk pemangku wilayah RW 01, dan 1 lagi untuk pemangku wilayah RT 02. 14 surat untuk warga kami tolak karena warga sudah menunjuk juru bicara,” ujar Ketua RW 01 Kampung Tegal Lempuyangan, Anton Handriutomo, Kamis (22/5/2025).
Baca juga: Tolak Kompensasi PT KAI, Warga Lempuyangan: Rp 250.000 Per Meter Dapat Apa?
Anton menyampaikan bahwa ia meminta agar PT KAI mengirimkan surat tersebut secara langsung kepada juru bicara warga yang telah ditunjuk, bukan kepada individu.
Dalam foto surat peringatan yang dibagikan Anton, PT KAI meminta warga untuk segera mengosongkan bangunan paling lambat tujuh hari setelah surat diterima.
“Melalui surat yang dikirimkan oleh PT KAI, disampaikan batas waktu pengosongan/pembongkaran selama 7 hari yang jika tidak maka PT KAI yang akan melakukan penertiban,” jelas Anton.
Namun, warga kecewa dengan langkah PT KAI yang dinilai tetap memaksakan pengosongan tanpa menghargai proses dialog atau mediasi yang masih berlangsung hingga saat ini.
“PT KAI terus menjalankan proses tanpa memperhitungkan nasib warga Tegal Lempuyangan,” lanjutnya.
Baca juga: Warga Lempuyangan Dapat Surat Pengukuran, Warga Menolak Siap Lapor ke Polisi
Di sisi lain, saat dimintai konfirmasi terkait pengiriman surat tersebut, Manager Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, belum memberikan keterangan lebih lanjut.
“Saya konfirmasi dulu ya Mas, terima kasih,” ujar Feni singkat saat dihubungi.
Konflik antara warga Tegal Lempuyangan dan PT KAI berakar dari sengketa kepemilikan lahan.
PT KAI mengklaim tanah yang ditempati warga sebagai bagian dari aset negara di bawah pengelolaan mereka.
Sementara itu, warga telah menempati area tersebut selama puluhan tahun dan merasa memiliki hak tinggal secara historis dan sosial.
Sejumlah mediasi telah dilakukan, namun hingga kini belum membuahkan hasil yang disepakati kedua belah pihak.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang