YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dilaporkan ke Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, karena menikah siri sebanyak dua kali.
Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) akan melakukan pemeriksaan.
"Memang tadi ada laporan saya di Kantor nikah siri 2 kali, saya perintahkan Bkppd Untuk segera diperiksa," kata Sunaryanta ditemui di Stadion Gelora Handayani, Jumat (2/8/2024).
Baca juga: ASN di Palopo Diduga Langgar Netralitas, Unggah Foto Bacawalkot Bersama Kaesang
Sementara Kepala Dinas Pariwisata Gunungkidul Oneng Windu Wardana mengatakan, pihaknya menerima laporan dari masyarakat melalui media sosial.
Lalu, ia memanggil yang ASN tersebut pada 25 Juli 2024. Menurut Oneng, ASN tersebut mengakui perbuatannya.
Perbuatannya dianggap melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.
Aturan tersebut mengatur ketentuan yang tidak membolehkan ASN menikah siri.
Dan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Pegawai Negeri Sipil, ASN berinisial S tersebut bisa dikenakan sanksi.
Baca juga: Calonkan Diri di Pilkada 2024, 7 ASN Jabar Ajukan Cuti dan Pengunduran Diri
S bekerja di tempat pemungutan retribusi (TPR) pantai Gunungkidul sebelum ditarik ke kantor Dinas Pariwisata.
"Menurut keterangan dua kali (nikah siri)," kata Windu.
Kepala BKPPD Gunungkidul Iskandar mengatakan, laporan sudah lengkap, karena sudah diperiksa atasan langsung.
Bupati memerintahkan kepada pihaknya untuk segera menindaklanjuti laporan ini.
Nantinya bupati akan menentukan hukuman apakah maksimal atau tidak.
Baca juga: ASN di Gorontalo Aniaya Pria yang Diduga Selingkuhan Istri, Korban Luka Parah
"Dia selaku ASN itu kalau menikah atau kawin lagi harus izin itu belum ada izin, itu yang pertama. Kedua ketika itu dilanggar yang pertama kemudian menikah lagi, dua kali pelanggaran PP izin perkawinan pelanggaran berat," kata Iskandar.
Dia mengatakan akan melakukan pemeriksaan ulang, untuk melengkapi dan pendalaman untuk menjatuhkan sanksi. Dalam PP 94/2021, menurutnya, ada ketentuan pemeriksaan.
"Jadi saat penjatuhan hukuman tidak salah prosedur," kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang