YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan Direktur Utama PT Taru Martani Nur Achmad Affandi (NAA) sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan menjelaskan, penetapan NAA sebagai tersangka tersebut dilakukan setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.
Kasus tindak pidana korupsi tersebut bermula saat NAA telah memenuhi target dari perusahaan yaitu PT Taru Martani untuk melakukan investasi emas melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang.
"Tersangka NAA melakukan investasi tersebut tanpa melalui RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan," ujar Herwatan dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5/2024).
Diketahui, Taru Martani merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) DIY yang bergerak di bidang industri cerutu dan tembakau.
Baca juga: 10 Kasus Korupsi dengan Kerugian Negara Terbesar di Indonesia
Baca juga: Tambang Timah Ilegal di Bangka Diigerebek, 3 Pelaku Diamankan, Nilainya Mencapai Rp 1,2 Miliar
Herwatan menjelaskan, untuk pembukaan rekening diPT Midtou Aryacom Futures tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan Surat Kuasa Pejabat yang Dikuasakan untuk mewakili perusahaan. Namun tersangka NAA melakukan pembukaan rekening atas nama pribadi.
Selama Oktober 2022 sampai Maret 2023, tersangka NAA melakukan penempatan modal pada akun tersebut secara bertahap dengan total sebesar Rp 18.700.000.000 yang dananya bersumber dari dana idle cash PT Taru Martani.
Berikut perinciannya:
Berdasarkan summary report pada 5 Juni 2023, dinyatakan akun milik tersangka NAA mengalami kerugian.
"Bahwa perbuatan tersangka NAA telah bertentangan dengan akta pendirian PT Taru Martani Nomor 05 Tanggal 17 Desember 2012 pada pasal 17 yang menyebutkan bahwa Direksi menyampaikan rencana kerja yang memuat juga anggaran tahunan perseroan kepada RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan sebelum tahun buku dimulai," kata dia.
Baca juga: Pro Kontra Wacana Hukuman Mati bagi Koruptor...
Selain itu perbuatan tersangka juga menyalahi Pasal 4 Permendagri Nomor 118 Tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerjasama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah yang pada intinya menyebutkan bahwa RKA BUMD wajib disusun oleh Direktur Bersama jajaran perusahaan dan disetujui Bersama oleh Dewan Pengawas atau Komisaris dan disahkan oleh Komite Pemilik Modal atau RUPS.
"Atas perbuatan tersangka NAA berakibat kerugian negara, PT Taru Martani kurang lebih sebesar Rp 18.700.000.000," kata dia.
Pasal yang disangkakan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: DPO Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Bandara YIA Senilai Rp 23 Miliar Ditangkap
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.