YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, sedang merumuskan aturan untuk mencegah brandu atau tradisi masyarakat menyembelih hewan ternak yang sakit atau mati untuk dikonsumsi.
Rencananya, hal tersebut akan diatur di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawanti Wulandari mengatakan, di dalam perda tersebut juga berisi sanksi apabila seseorang mengkonsumsi, mengedarkan, menjual belikan bangkai atau hewan yang mati, terutama akibat penyakit.
Baca juga: Makan Daging dari Wilayah Temuan Spora Antraks, Satu Keluarga di Klaten Diambil Sampel Darahnya
"Jadi isinya perda setiap orang dilarang mengkonsumsi hewan sakit atau mati. Setiap orang yang melanggar terhadap larangan sebagaimana dimaksud diproses sesuai dengan ketentuan perundangan," kata Wibawanti saat dihubungi melalui telepon Senin (18/3/2024).
Dia mengatakan aturan ini sebagai turunan dari UU No.18/2009 tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pihaknya berharap masyarakat untuk tidak mengkonsumsi daging kurang sehat atau bahkan sudah mati.
"Sosialisasi sering kita lakukan sebelumnya, tetapi ya namanya manusia," kata dia.
Sebelumnya, Sekda Gunungkidul Sri Suhartanta menyampaikan pemerintah terus berupaya mengatasi brandu.
"Di dalamnya edukasi masyarakat untuk tidak lagi brandu, atau porak. Nantinya secara detail akan ada di peraturan bupati," kata Sri ditemui di kantor Pemkab Gunungkidul
Dia mengatakan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul juga akan terus mengedukasi warga.
"DPKH akan masif memberikan edukasi kepada warga, dan akan dibantu oleh Dinas Kominfo," kata dia.
Pihaknya berharap masyarakat ikut berperan aktif tidak melakukan brandu hewan yang sudah mati. Selain merugikan diri sendiri juga membahayakan lingkungan sekitar.
Dia mengatakan hewan yang sudah terpapar antraks akan semakin berbahaya jika disembelih karena sporanya akan menyebar.
Selain itu, Sri mengaku belum berencana mengeluarkan kebijakan Kejadian luar Biasa (KLB) Antraks. Sebab, memerlukan berbagai pertimbangan.
"Tapi kami belum melangkah ke sana. Perlu dikoordinasikan terlebih dahulu sejauh mana kejadian antraks yang sudah terjadi. Itu kami cermati kembali apakah akan mengambil KLB atautidak," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.