KOMPAS.com - Upacara adat Yogyakarta adalah satu kekayaan budaya Indonesia yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ada sejumlah upacara adat Yogyakarta yang masih dilakukan oleh masyarakat setempat.
Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turun temurun yang dilakukan sesuai kepercayaan masyarakat setempat.
Berikut ini dalah sejumlah upacara adat Yogyakarta.
Sekaten adalah acara tahunan yang digelar oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.
Pelaksanaan sekaten selama tujuh hari mulai tanggal 5 hingga 11 bulan Maulud/Rabiulawal.
Tujuan sekaten adalah untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW dan juga penyebaran ajaran agama Islam.
Puncak perayaan sekaten dengan dikeluarkannya gunungan dari keraton menuju Masjid Besar.
Pelaksanaan sekaten dimulai dengan dibunyikannya gamelan pusaka dan diselenggarakannya upacara udhik-udhik.
Gamelan pusaka dikeluarkan dari keraton dan dibawa ke halaman Masjid Besar.
Sri Sultan, pengiring, dan masyarakat yang hadir mendengarkan pembacaan riwayat Maulud Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Apa Itu Sekaten, Tujuan, Sejarah Singkat, dan Kegiatan
Saat sekaten selesai dilakukan, Gamelan di halaman Masjid besar dikembalikan ke dalam keraton dan sebagai tanda ditutupnya upacara sekaten.
Upacara Grebeg berasal dari gumrebeg yang memiliki makna filosofi ribut, riuh, maupun ramai.
Kata dalam bahasa Jawa Anggrebeg berarti menggiring raja, pembesar, atau pengantin.
Grebeg adalah prosesi sedekah dari pihak keraton kepada masyarakat berupa gunungan.
Gunungan grebeg adalah representasi hasil bumi berupa sayuran, buah, maupun jajanan. Hasil bumi tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.
Upacara Grebeg pertama kali dilakukan oleh Sultan Hamengkubuwono I.
Upacara Grebeg di Keraton Kasultanan Yogyakarta dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun.
Tedak siten berasal dari kata tedak berarti tutun dan siten atau siti yang berarti tanah.