Salin Artikel

7 Upacara Adat Yogyakarta dan Tujuannya

KOMPAS.com - Upacara adat Yogyakarta adalah satu kekayaan budaya Indonesia yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ada sejumlah upacara adat Yogyakarta yang masih dilakukan oleh masyarakat setempat.

Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turun temurun yang dilakukan sesuai kepercayaan masyarakat setempat.

Berikut ini dalah sejumlah upacara adat Yogyakarta.

Upacara Adat Yogyakarta

1. Sekaten

Sekaten adalah acara tahunan yang digelar oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo.

Pelaksanaan sekaten selama tujuh hari mulai tanggal 5 hingga 11 bulan Maulud/Rabiulawal.

Tujuan sekaten adalah untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW dan juga penyebaran ajaran agama Islam.

Puncak perayaan sekaten dengan dikeluarkannya gunungan dari keraton menuju Masjid Besar.

Pelaksanaan sekaten dimulai dengan dibunyikannya gamelan pusaka dan diselenggarakannya upacara udhik-udhik.

Gamelan pusaka dikeluarkan dari keraton dan dibawa ke halaman Masjid Besar.

Sri Sultan, pengiring, dan masyarakat yang hadir mendengarkan pembacaan riwayat Maulud Nabi Muhammad SAW.

Saat sekaten selesai dilakukan, Gamelan di halaman Masjid besar dikembalikan ke dalam keraton dan sebagai tanda ditutupnya upacara sekaten.

Upacara Grebeg berasal dari gumrebeg yang memiliki makna filosofi ribut, riuh, maupun ramai.

Kata dalam bahasa Jawa Anggrebeg berarti menggiring raja, pembesar, atau pengantin.

Grebeg adalah prosesi sedekah dari pihak keraton kepada masyarakat berupa gunungan.

Gunungan grebeg adalah representasi hasil bumi berupa sayuran, buah, maupun jajanan. Hasil bumi tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.

Upacara Grebeg pertama kali dilakukan oleh Sultan Hamengkubuwono I.

Upacara Grebeg di Keraton Kasultanan Yogyakarta dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun.

Tedak siten berasal dari kata tedak berarti tutun dan siten atau siti yang berarti tanah.

Sehingga, tedak siten adalah tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke tanah bagi seorang anak.

Tedak siten juga dapat berarti upacara saat anak turun tanah untuk pertama kali atau mudhun lemah.

Bagi masyarakat Jawa, tanah mempunyai kekuatan qaib.

Tedak Siten dilakukan pada saat anak berusia tujuh lapan dalam kalender Jawa atau delapan bulan dalam kalender Masehi. Pada usia tersebut, anak mulai belajar berjalan.

Perlengkapan tedak siten adalah jadah tujuh warna-warni, tangga terbuat dari tebu, maupun kurungan (seperti kurungan ayam) yang diisi dengan berbagai benda (alat tulis, mainan, dan lainnya).

Perlengkapan lainnya adalah air untuk membasuh anak, ayam panggang, pisang raja, udhik-udhik, jajan pasar, tumpeng lengkap, berbagai jenis jenang-jenangan, gudangan, dan nasi kuning.

Proses tradisi tedak siten terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu membersihkan kaki, berjalan melewati tujuh jadah, naik tujuh tangga,  maupunmasuk kurungan untuk memilih benda-beda di dalamnya.

Proses lainnya adalah memandikan anak, dan memberikan udhik-udhik (uang logam yang dibagikan atau disebar) untuk disebar kepada tamu.

Prosesi tedak siten dilakukan anak dengan bantuan kedua orang tuanya.

4. Supitan

Supitan dikenal juga sebagai khitanan, sunatan, atau tetakan.

Tujuan supitan adalah menghilangkan sesuker atau kotoran yang tedapat dalam tubuh.

Supitan adalah upacara daur hidup untuk anak laki-laki di bawah usia 16 tahun.

Upacara supitan dalam pelaksanaannya memiliki perbedaan sesuai dengan kearifan lokal daerah setempat.

Salah satu prosesi acara supitan, yaitu:

Nyadran berasal dari kata Sanskerta, yaitu Sraddha yang berarti keyakinan.

Nyadran adalah tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa di bulan Sya'ban (kalender Hijriah) atua Ruwah (kalender Jawa) untuk mengucapkan syukur.

Secara kolektif masyarakat akan  mengunjungi makam di suatu desa.

Tujuan Nyadran adalah mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia.

Tradisi Nyadran dilakukan dengan berbagai kegiatan, seperti:

  • Besik, membersihkan makam yang dilakukann secara gotong royong dangan masyarakat.
  • Kirab, arak-arakan peserta Nyadran menuju tempat upacara adat.
  • Ujub, menyampaikan serangkaian upacara adat Nyadran oleh pemangku adat.
  • Doa, pemangku adat memimpin doa bersa untuk para roh leluhur.
  • Kembul bujono, tasyakuran dengan makan bersama setelah berdoa.

Nyadran tidak sekedar berziarah ke makam, namun tradisi tersebut mengandung nilai-nilai ekonomi, sosial, silahturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat.

Labuhan berasal dari kata labuh yang berarti larung, yakni membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut).

Upacara adat Labuhan berarti memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat.

Labuhan telah menjadi tradisi Kesultanan Yogyakarta sejak zaman dahulu, tepatnya pada saat Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Panembahan Senopati.

Upacara yang dilakukan pada waktu tertentu dilakukan dengan cara membuang benda-benda ke dalam air (sungai atau laut), gunung, maupun tempat khusus lainnya.

Benda-benda yang akan dilabuh antara lain benda-benda milik Sultan yang bertahta.

Penamaan gejog lesung berarti permainan musik yang bersaut-sautan.

Kata gejog berarti bersaut-sautan dan lesung berarti tempat menumbuk padi.

Gejog lesung dimainkan dengan cara dipukul-pukul menggunakan tongkat kayu yang bernama alu.

Gejog lesung dimainkan oleh empat atau lima orang. Kemeriahan seni musik tersebut tergantung dengan banyaknya lesung yang digunakan.

Kesenian gejog lesung mengekspresikan kegembiraan para petani pedesaan usai melaksanakan panen.

Gejog lesung di wilayah DIY berkembang di Kabupaten Bantul (berpusat di Imogiri), Kabupaten Gunung Kidul, (berpusat di Panggang), Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo.

Sumber:

budaya.jogjaprov.go.id

jogjaprov.go.id

kebudayaan.jogjakota.go.id

www.kratonjogja.id

www.jogjaprov.go.id

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/11/10/203216778/7-upacara-adat-yogyakarta-dan-tujuannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke