YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Warga Gunungkidul, DI Yogyakarta, memiliki tradisi unik menjelang masa tanam atau akhir musim kemarau. Tradisi itu adalah pembukaan kain pembungkus Cupu Kyai Panjala di di Padukuhan Mendak, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang.
Cupu adalah wadah yang berbentuk bundar dan berukuran kecil terbuat dari kayu atau logam.
Kepercayaan masyarakat, simbol atau gambar yang ada di kain mori penutup Cupu Kyai Panjala merupakan ramalan untuk satu tahun ke depan, mulai dari ramalan politik, sosial, hingga bencana alam.
Ratusan orang sudah berkumpul sejak sore di kediaman Dwidjo Sumarto sejak Senin (30/10/2023) malam hingga Selasa (31/10/2023) dini hari.
Baca juga: Ribuan Warga Yogyakarta Hadiri Pembukaan Ramalan Cupu Panjala
Tradisi diawai dengan kenduri pertama serta makan bersama dengan sepiring nasi uduk dengan lauk ayam, dan urap pada Senin malam pukul 20.30 WIB.
Kegitan dilanjutkan dengan kenduri kedua. Setiap piring berisi nasi gurih dengan rempeyek hingga serundeng. Uniknya warga yang datang harus makan sepiring berdua pada pukul 23.00 WIB menjelang pembukaan cupu.
Selesai melewati prosesi tersebut, ritual pembukaan kain pembungkus 3 cupu dilakukan.
Masing-masing cupu bernama Cupu Semar Tinandu yang merupakan gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Cupu Palang Kinantang sebagai gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah dan Cupu Kenthiwiri untuk menggambarkan rakyat kecil.
Simbol gambar yang muncul diumumkan melalui pengeras suara. Warga menafsirkan sendiri, gambaran yang muncul dari kain pembungkus itu.
Baca juga: Hujan Belum Juga Turun, Warga Gunungkidul Gelar Tradisi Njaluk Udan
Tidak seperti biasa, tradisi pembukaan cupu tahun ini tidak diperbolehkan live streaming dan jumlah pengunjung yang datang dibatasi. Warga yang di luar rumah hanya bisa mendengarkan melalui pengeras suara mengenai gambar yang muncul.
"Tahun ini memang berbeda, karena permintaan keluarga, dan trah dibatasi yang di dalam rumah, dan dilarang melakukan live melalui media sosial. Hal ini untuk menjaga kesakralan upacara," kata Lurah Girisekar, Sutarpan seusai acara Selasa dinihari.
Ia menjelaskan, tradisi pembukaan cupu ini awalnya untuk melihat potensi pertanian setahun ke depan. Hanya saja seiring perkembangan zaman, tak hanya perkiraan perkiraan musim tanam, namun sudah berkembang ke ranah sosial, hingga politik.
Namun beberapa simbol di prosesi tersebut menandakan kerukunan antar warga karena saat makan bersama dilakukan sepiring berdua.
"Awalnya itu tradisi ini untuk keluarga, berkembang ke RT, kalurahan, dan akhirnya sekarang menjadi bagian nasional," kata Sutarpan.
Baca juga: Mengenal Tradisi Tiban untuk Meminta Hujan di Banyuwangi
"Untuk makan bersama sepiring berdua itu simbol kerukunan. Misalnya saya warga sini, sepiring berdua dengan warga Bantul itu bisa menambah jumlah saudara," kata dia.