Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tradisi Pembukaan Cupu Kyai Panjala di Gunungkidul

Kompas.com - 31/10/2023, 15:40 WIB
Markus Yuwono,
Rachmawati

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Warga Gunungkidul, DI Yogyakarta, memiliki tradisi unik menjelang masa tanam atau akhir musim kemarau. Tradisi itu adalah pembukaan kain pembungkus Cupu Kyai Panjala di di Padukuhan Mendak, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang. 

Cupu adalah wadah yang berbentuk bundar dan berukuran kecil terbuat dari kayu atau logam.

Kepercayaan masyarakat, simbol atau gambar yang ada di kain mori penutup Cupu Kyai Panjala merupakan ramalan untuk satu tahun ke depan, mulai dari ramalan politik, sosial, hingga bencana alam.

Ratusan orang sudah berkumpul sejak sore di kediaman Dwidjo Sumarto sejak Senin (30/10/2023) malam hingga Selasa (31/10/2023) dini hari.

Baca juga: Ribuan Warga Yogyakarta Hadiri Pembukaan Ramalan Cupu Panjala

 

Tradisi diawai dengan kenduri pertama serta makan bersama dengan sepiring nasi uduk dengan lauk ayam, dan urap pada Senin malam pukul 20.30 WIB. 

Kegitan dilanjutkan dengan kenduri kedua. Setiap piring berisi nasi gurih dengan rempeyek hingga serundeng. Uniknya warga yang datang harus makan sepiring berdua pada pukul 23.00 WIB menjelang pembukaan cupu. 

Selesai melewati prosesi tersebut, ritual pembukaan kain pembungkus 3 cupu dilakukan.

Masing-masing cupu bernama Cupu Semar Tinandu yang merupakan gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Cupu Palang Kinantang sebagai gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah dan Cupu Kenthiwiri untuk menggambarkan rakyat kecil.

Simbol gambar yang muncul diumumkan melalui pengeras suara. Warga menafsirkan sendiri, gambaran yang muncul dari kain pembungkus itu. 

Baca juga: Hujan Belum Juga Turun, Warga Gunungkidul Gelar Tradisi Njaluk Udan

Tidak seperti biasa, tradisi pembukaan cupu tahun ini tidak diperbolehkan live streaming dan jumlah pengunjung yang datang dibatasi. Warga yang di luar rumah hanya bisa mendengarkan melalui pengeras suara mengenai gambar yang muncul. 

"Tahun ini memang berbeda, karena permintaan keluarga, dan trah dibatasi yang di dalam rumah, dan dilarang melakukan live melalui media sosial. Hal ini untuk menjaga kesakralan upacara," kata Lurah Girisekar, Sutarpan seusai acara Selasa dinihari. 

Ia menjelaskan, tradisi pembukaan cupu ini awalnya untuk melihat potensi pertanian setahun ke depan. Hanya saja seiring perkembangan zaman, tak hanya perkiraan perkiraan musim tanam, namun sudah berkembang ke ranah sosial, hingga politik. 

Namun beberapa simbol di prosesi tersebut menandakan kerukunan antar warga karena saat makan bersama dilakukan sepiring berdua.

"Awalnya itu tradisi ini untuk keluarga, berkembang ke RT, kalurahan, dan akhirnya sekarang menjadi bagian nasional," kata Sutarpan.

Baca juga: Mengenal Tradisi Tiban untuk Meminta Hujan di Banyuwangi

"Untuk makan bersama sepiring berdua itu simbol kerukunan. Misalnya saya warga sini, sepiring berdua dengan warga Bantul itu bisa menambah jumlah saudara," kata dia. 

Mantan anggota DPRD Gunungkidul ini menjelaskan, beberapa lapis kain yang membungkus Cupu Panjala telah ditemukan puluhan pertanda yang sudah dibacakan.

Namun begitu, ia tidak mau mengartikan pertanda yang muncul tersebut.

Sebagai salah satu ahli waris pemilik Cupu Kyai Panjala, ia hanya bertugas menyampaikan gambaran yang ada.

"Keluarga trah tidak menafsirkan, apa isi maksud gambar yang muncul. Perlambangnya dikaitkan dengan situasi saat ini sampai nasional. Sekali lagi trah tidak boleh menafsirkan," kata Sutarpan. 

Baca juga: Hadiri Tradisi Pengulasan Golok Ciomas, Al Muktabar Ajak Masyarakat Lestarikan Budaya Banten

Sementara itu juru kunci Cupu Ki Panjala, Dwidjo Sumarto mengatakan bahwa hasil bukaan Cupu Panja digunakan acuan masyarakat terkait musim tanam satu tahun ke depan.

Dwidjo adalah generasi ke-6 dari Kyai Panjolo sebagai pemilik 3 cupu atau guci kecil yang disakralkan.

Tradisi pembukaan Cupu Kyai Panjala awalnya dilaksanakan di daerah Temu Ireng di Kalurahan Girisuko, Panggang. Namun sejak 1957 hingga sekarang, pembukaan dilaksanakan di rumah Suwartoo yakni di Padukuhan Mendak, Girisekar.

"Tradisi ini sebagai warisan leluhur, hendaknya harus dijaga dan dilestarikan oleh generasi penerus," kata Dwijo. 

Ia mengatakan untuk tahun ini, ada 57 simbol yang muncul, seperti gambar tikus, gambar garuda hingga gambar tokoh wayang. 

"Saya baru pertama melihat tradisi ini, ternyata unik juga. Dapat makan, dan bisa melihat kerukunan warga," kata Hardono warga Kapanewon Playen, Gunungkidul.

Baca juga: 12 Tradisi Maulid Nabi di Indonesia, dari Sekaten hingga Mengayun Bayi

Terkait tradisi tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Gunungkidul Agus Mantara menjelaskan, penafsiran dari setiap gambar yang muncul pada kain pembungkus Cupu Panjala kembali lagi diserahkan kepada masing-masing individu.

Ia juga menyebut tradisi pembukaan Cupu Kyai Panjala harus terus dilestarikan.

"Bukaan Cupu Panjala, ini adalah tradisi yang wajib dijaga," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Yogyakarta
Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Yogyakarta
Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Yogyakarta
Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Yogyakarta
Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Yogyakarta
Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Yogyakarta
Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Yogyakarta
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Yogyakarta
Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Yogyakarta
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Yogyakarta
Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Diluncurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Diluncurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Seorang Pemuda Kuras Tabungan Pensiunan Guru Senilai Rp 74,7 Juta, Modusnya Pura-pura Jadi Pegawai Bank

Seorang Pemuda Kuras Tabungan Pensiunan Guru Senilai Rp 74,7 Juta, Modusnya Pura-pura Jadi Pegawai Bank

Yogyakarta
Penyu Lekang Ditemukan Mati di Bantul, Diduga akibat Makan Sampah Plastik

Penyu Lekang Ditemukan Mati di Bantul, Diduga akibat Makan Sampah Plastik

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com