KOMPAS.com - Puluhan perempuan di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), dipaksa menjadi pekerja seks perempuan (PSP) oleh pasangannya. Mereka dipaksa menjual dirinya melalui aplikasi berbagi pesan online.
Bahkan, menurut data Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), satu di antara puluhan perempuan itu tetap harus bekerja meski dalam kondisi hamil.
"Iya, ada kasus itu, total 30 orang yang kami data di 6 bulan ini. Satu di antaranya ibu hamil 29 Minggu (7 bulan) jadi PSP di kawasan karaoke Kota Semarang," kata Paralegal Officer SPEK-HAM, Nurul Safaatun, dikutip dari TribunJateng.com, Minggu (25/6/2023).
Nurul mengatakan, korban dipaksa melayani pelanggan, bila tidak, dia akan dihajar oleh pasangannya. Bahkan, perut korban yang tengah hamil itu pun pernah ditendang pelaku.
"Korban takut melapor, hanya terdokumentasikan saja," ujar Nurul.
Selain itu, dia menambahkan, ada juga korban yang harus tetap melayani empat pria pada hari yang sama meski tubuhnya telah lelah.
Baca juga: Polisi Masih Dalami Sebab Kematian Pria Penuh Luka di Selokan Jalan Majapahit Semarang
"Korban sudah konfirmasi capek tetapi si pacar menargetkan harus mendapatkan uang sekian sehingga harus dilayani," ucap Nurul.
Nurul menilai, PSP termasuk dalam kelompok rentan kekerasan namun para korbannya tak berani melaporkan situasi yang dihadapinya.
"Kami edukasi dan motivasi tapi tetap tidak berani melapor dengan beberapa pertimbangan," ungkapnya.
Adapun beberapa pertimbangan itu, dia menjelaskan, polisi maupun dokter masih menormalisasi laporan atau hasil visum mereka karena dianggap sebagai risiko pekerjaan.
"Padahal mereka tidak memiliki cita-cita menjadi PSP," tutur Nurul.
Selanjutnya, Nurul melanjutkan, sebagian dari mereka masih bergantung kepada pasangannya.
Baca juga: Warga Jabungan Semarang Mulai Alami Kekeringan, BPBD Mulai Rutin Berikan Bantuan Air Bersih
"Ada yang tak mau melapor karena alasan keselamatan anak," jelasnya.
Nurul pun memastikan bahwa pihaknya akan terus memantau kondisi PSP sembari terus mendorong agar mereka mau melaporkan kekerasan yang dialaminya.
"Kami pantau terus kalau bisa mereka segera melapor," tandasnya.