Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah DI Yogyakarta Izinkan Sekolah Gelar Tatap Muka, asalkan...

Kompas.com, 3 Januari 2022, 19:27 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) izinkan sekolah untuk menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas lebih dari 50 persen.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, sekolah memang tatap muka tetapi karena harus mencegah penularan Covid-19 maka dilakukan secara daring.

“Sekarang tatap muka kan belum penuh waktunya misalnya, normalnya dari jam 07.00 sampai 14.00. Saat ini kan hanya sampai jam 12.00, ya masuk semua. Kita serahkan kebijakan sekolah (kapasitas) tergantung situasi dan kondisinya,” katanya Senin (3/1/2022).

Baca juga: Karena Banjir, Pembelajaran Tatap Muka Hari Pertama 2022 di Luwu Terhambat

Aji mengatakan, seluruh siswa diperbolehkan masuk semuanya tetapi dengan cara dibagi waktunya dengan beberapa sif. Dengan cara itu jarak antar peserta didik dapat dijaga.

“Memasukan semua nya dengan dua sif bisa, shiftnya lain hari juga bisa. Karena sekarang ini masih blended,” kata dia.

Untuk satu kelas bisa saja diisi 50 persen atau lebih dari 50 persen, jika tempat atau kelas memungkinkan untuk menjaga jarak sekolah diperbolehkan mengisi dengan kapasitas penuh.

“Bisa saja jaraknya 50 persen atau 75 persen. Kalau tempatnya memungkinkan silakan saja (100 persen),” ujar dia.

Untuk membuka PTM terbatas ini sekolah wajib memenuhi syarat, salah satunya adalah peserta didik minimal 70 persen sudah mendapatkan vaksinasi, guru wajib 100 persen kecuali bagi guru yang belum bisa mendapatkan vaksinasi.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Suharti menyampaikan alasan diterbitkannya kebijakan baru terkait pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah.

Baca juga: IDAI Rekomendasikan Anak di Bawah 6 Tahun Tak Ikut PTM 100 Persen, Ini Respons Pemprov DKI

Suharti mengatakan, salah satu alasan Kemendikbud Ristek kini mengizinkan PTM 100 persen digelar karena pertimbangan situasi pandemi Covid-19 sudah mulai membaik di akhir tahun 2021.

“Dalam beberapa bulan terakhir tahun 2021, sudah banyak progres kondisi pandemi (Covid-19) juga membaik, situasi PPKM juga menurun,” kata Suharti dalam “Webinar Penyesuaian Kebijakan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tahun 2022”, Senin (3/1/2022).

Selain itu, Suharti menyampaikan, selama pandemi Covid-19, bidang pendidikan banyak mendapat dampak negatif. Salah satunya, angka putus sekolah meningkat di jenjang sekolah dasar (SD).

Ia juga mengatakan, banyak kepala lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang menyampaikan bahwa sejumlah mahasiswa menjadi tidak aktif kuliah.

“Sebagai contoh saja anak-anak yang putus sekolah untuk anak SD saja ini meningkat 10 kali lipat dibanding tahun 2019,” ungkap dia.

Baca juga: Ganjar Perintahkan Bupati dan Wali Kota di Jateng Awasi Ketat Sekolah PTM 100 Persen

Selanjutnya, Suharti mengatakan, banyak orangtua yang mendapat tekanan ekonomi saat pandemi Covid-19 berlangsung. Hal tersebut juga membuat para orangtua peserta didik mengajak anaknya untuk ikut membantu bekerja atau mencari uang.

“Kemudian ada juga orangtua yang merasa pembelajaran jarak jauh yang diikuti oleh anaknya tidak memberikan kemampuan bagi mereka, dan merasa sama saja anak-anak tidak sekolah, jadi mereka juga tidak menyekolahkan anaknya,” kata dia.

Suharti juga menyampaikan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan kemampuan siswa selama periode pandemi Covid-19. Kemudian, disebutkan juga adanya kesenjangan pembelajaran antara anak-anak dari kelompok keluarga kaya dan keluarga miskin. Menurutnya, kesenjangan teresebut mencapai angka 10 persen.

Sementara itu, hasil studi yang dilakukan Kemendikbud Ristek mengungkap ada sejumlah risiko eksternal yang dialami oleh anak-anak didik selama pandemi Covid-19.

“Termasuk di dalamnya bertambahnya kekerasan dalam rumah, kemudian juga risiko pernikahan anak, eksploitasi anak ini meningkat cukup tinggi,” ucap dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau